twitter


Dalam tulisan kali ini, saya mencoba menganalisa gerak gelombang dalam tinjauan kacamata fisika klasik. Sekalian coba equation editor, saya tidak hanya membahas versi gambaran tetapi juga sedikit sisi matematiknya. O iya, untuk sementara abaikan dulu gelombang elektromagnetik karena tulisan ini hanya memuat gelombang mekanik. Terakhir, terima kasih kepada blogger ataupun server yang menyediakan informasi terkait dengan tulisan ini. Baik yang berupa gambar pendukung, maupun yang berupa tulisan. Untuk itu saya cantumkan link panjenengan semua di bagian paling bawah.

Gelombang dapat diartikan sebagai perambatan energi melalui suatu medium tanpa memindah medium itu sendiri. Pembuktian pernyatan ini bisa dilihat dalam animasi flash di bawah. Umumnya, gelombang mekanik dapat dibagi menjadi dua : gelombang trasnfersal dan gelombang longitudinal.
 
1. Gelombang  Transfersal

Gelombang Transfersal adalah gelombang yang arah geraknya tegak lurus dengan arah getarnya. Jadi misalkan gerak gelombang dalam dua dimensi adalah arah kiri-kanan maka arah getarnya adalah atas-bawah.

 
2. Gelombang Longitudinal

Gelombang Transfersal adalah gelombang yang arah geraknya sama (searah) dengan arah getarnya. Perhatikan bahwa garis merah bergerak ke kiri dan ke kanan, akibatnya partikel – partikel hitam seolah – olah megalami perpindahan dari ujung kiri ke ujung kanan. namun jika diperhatikan dengan seksama, ternyata masing – masing partikel hanya bergerak sedikit, perpindahannya sama besar dengan perpindahan garis merah. Parikel hitam hanya bergerak di sekitar titik setimbang (ekuibrilium)-nya saja. 


 
Kita tentu saja dapat mengkombinasikan keduanya menjadi getaran kompleks. Bayangkan selembar kertas dua dimensi, jika kita menarik garis di atas kertas tersebut dengan mengkombinasikan gerak pensil kiri-kanan dan atas-bawah, maka gambar yang mungkin adalah lingkaran dan elips. Nah, berdasarkan analogi tersebut dapat kita bayangkan bahwa jika kita membuat kombinasi arah getar kedua jenis gelombang, maka akan terbentuk dua jenis gelombang baru. Yaitu gelombang dengan arah getar lingkaran, dan oval (elips).

Gelombang dengan arah getar berbentuk lingkaran dapat digambarkan dengan flash berikut :
 

Perhatikan lintasan gerak partikel biru, arahnya melingkar searah jarum jam di sekitar titik setimbang. Selain itu meskipun gelombang merambat dari kiri ke kanan, ternyata partikel biru tidak mengikutinya. Contoh nyata untuk gelombang jenis ini adalah gelombang pada permukaan air. Mengapa di sebut “permukaan”? Sebab jika kedalaman air meningkat maka jari – jari lingkaran akan semakin mengecil. Sampai pada titik tertentu, jari – jari lingkaran bernilai nol. Tidak ada jari – jari lingkaran berarti tidak ada panjang gelombang, yang sekaligus juga berarti tidak ada gelombang.

Gelombang unik lainnya dinamakan Gelombang Permukaan Rayleigh


Jika gelombang air bergerak dengan lintasan lingkaran searah jarum jam, maka gelombang Rayleigh bergerak dengan menempuh lintasan elips berlawanan arah dengan jarum jam. Namun jangan luput dari perhatian anda, ketentuan ini hanya berlaku sampai kedalaman tertentu. Setelah melewati batas kedalaman tertentu itu, maka gelombang permukaan Rayleigh akan mengikuti aturan gelombang permukaan air. Dalam flash di atas batas tersebut berada pada titik ke-lima dari atas.

Selanjutnya, mengenai analisa gelombang kita masukkan dalam kategori gerak harmonik sederhana. Namun demikian, bab pegas sengaja tidak dimasukkan karena tulisan ini secara khusus membahas tentang gelombang. Tak lain dengan alas an menghindari materi yang tidak perlu, sebab tujuan awal saya adalah untuk mendeskripsikan landasan mekanika gelombang saja.

Sekarang kita ambil sebuah gelombang secara umum, yaitu osilasi (ayunan) di sekitar titik setimbang. Gambar dalam mode dua dimensi, dan jadilah :



Gerak harmonik sederhana memiliki beberapa atribut seperti Amplitudo, frekuensi, periode.

Amplitudo : Perpindahan maksimum ayunan dari titik setimbangnya. Jika kita sepakat memberi nama perpindahan ini dengan kata “simpangan” maka amplitudo bisa dikatakan sebagai simpangan terbesar. Pada gambar, nampak bahwa simbol untuk simpangan adalah sumbu-y.

Frekuensi : Jumlah gelombang yang ditempuh selama satu detik. Lambing untuk frekuensi biasanya f atau ν (baca : nu). Namun supaya tidak rancu dengan kecepatan yang dilambangkan dengan v, maka kita sepakat untuk menggunakan f saja. Frekuensi memiliki satuan Hertz.

Periode : Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh satu siklus gelombang. Jika kita menempuh lintasan merah dari puncak hingga mencapai puncak lagi dan pencatat waktu tempuhnya, itulah periode. Biasanya diberi simbol T untuk periode.


Dengan demikian, berlaku hubungan matematis :



Selain itu, ada pula atribut lain yang khas gelombang. Yaitu panjang gelombang dan bilangan gelombang. Menuirut wikipedia, panjang gelombang didefiniskan sebagai satuan berulang dari sebuag gelombang. Bisa dikatakan, jarak antara dua puncak gelombang. Kita beri lambang λ (lambda) untuk panjang gelombang. Sedangkan bilangan gelombang menyatakan jumlah gelombang persatuan panjang, lambangnya adalah k. Karena analisa gelombang mirip dengan gerak melingkar, dapat kita katakan bahwa satu gelombang penuh sama nilainya dengan 2π. Maka diperoleh hubungan baru :


Cepat rambat gelombang didefinisikan oleh perkalian antara panjang gelombang dan frekuensi, bisa ditulis :











http://hanafi.blog.uns.ac.id/2010/04/05/gelombang-longitudinal-dan-gerakan-gelombang-melintang/
http://id.wikipedia.org/wiki/Panjang_gelombang


Tahukah anda kelereng? Bagaimana sifat – sifatnya? Bagi anda yang telah akrab atau setidaknya pernah melihatnya, maka pendapat anda tidak akan jauh jauh dari keterangan saya ini. Bahwa kelereng itu berupa sebuah bola pejal yang terbuat dari bahan kaca. Jika kelereng itu dilemparkan maka energinya terkumpul di pusat. Energinya bergantung pada massa, dan kecepatannya. Energi tersebut dapat dirasakan oleh siapapun yang terkena lemparan (1), sementara area di sekitar kelereng terbang itu tidak mendapat pengaruh apapun kecuali gesekan dengan udara yang untuk mudahnya bisa diabaikan. Seperti jika teman anda melempar anda dengan sebuah kelereng, namun kelereng itu melaju tepat satu senti di depan hidung anda. Tentunya anda tidak akan merasakan sakit. Analogi ini dapat dipakai untuk memahami partikel.


Sekarang, pernahkah anda memperhatikan kelokan riak air beserta sifat – sifatnya? Dapatkah anda menjelaskan sifat – sifatnya? Dan jika ditanyakan kepada anda, dimanakah letak gelombang air yang anda amati, apa jawaban anda? Pertanyaan pertama, mungkin jawabannya sering, pernah, belum pernah atau bahkan tidak pernah sama sekali. Pertanyaan kedua bisa dijawab dengan deskripsi : Gelombang merupakan perambatan energi, tanpa disertai perambatan mediumnya (jika ada). Ciri khas gelombang adalah panjang gelombang. Sedangkan pertanyaan ketiga, nyaris tak bisa dijawab. Masalahnya, sesuai dengan definisi gelombang, posisinya tersebar dan memenuhi seluruh ruang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa partikel dan gelombang merupakan sesuatu yang berbeda.

Pada abad ke-17 Isaac Newton mempublikasikan karyanya yang berjudul Optics, Newton menjelaskan bahwa cahaya adalah partikel seperti peluru meriam yang sangat kecil, yang melaju dengan kecepatan tak hingga sehingga bias sampai pada jarak yang sangat jauh dalam sekjap mata saja. Dan jika ia menumbuk mata kita maka akan terjadi proses melihat. Pendapat ini ditolak oleh Christian Huygens, menurutnya cahaya adalah gelombang yang menjalar dengan kecepatan tertentu. Eksperimen – eksperimen selanjutnya, seperti yang dirancang oleh Thomas Young dan Augustin Fresnel, membenarkan Huygens.

Young berhasil menunjukkan gejala Interferensi dua celah, yaitu ketika cahaya disinarkan pada sebuah bidang dengan du lubang kecil berdekatan. Selanjutnya sebuah layar ditempatkan pada jarak tertentu di belakang bidang berlubang tadi. Sehingga muncullah pola gelap-terang. Dan fenomena itu hanya dapat dijelaskan dengan teori gelombang cahaya Huygens.



Namun, jika memang cahaya itu adalah gelombang seharusnya ia mempunyai suatu medium. Padahal angkasa itu hampa. Teka – teki ini membingungkan para ilmuwan selama beberapa dekade. Muncul kemudian hipotesis tentang eter (aether) (2), yaitu zat yang bisa menjadi perantara gelombang cahaya. Jika ia terbukti ada, maka ia juga sekaligus membenarkan teori mekaniaka Newtonian tentang adanya ruang mutlak-diam di alam semesta. Tapi nyatanya tidak semudah itu. Eter harus mempunyai sifat – sifat yang berlawanan. Pertama, ia harus bisa menembus semua materi lain, ini mengharuskan eter berwujud sangat lembut. Kedua, eter harus memenuhi seluruh ruang dan cukup pekat agar dapat menghatarkan gelombang cahaya.

Teori eter ini tetap dipegang teguh sampai akhir abad ke-18 meskipun belum ada eksperimen yang membuktikan keberadaannya. Sebab memang tak ada cara lain untuk memahami cahaya selain menyertakan medium eter di dalamnya. Tampil Maxwell yang melalui empat persamaan “matematis sederhana”–nya (3) mampu menggabungkan fenomena kelistrikan dan kemagnetan sehingga dikenal sebagai elektromagnetik. Ia juga mengusulkan bahwa cahaya tak lain adalah sebagian kecil dari rentang spektrum gelombang elektromagnetik. Yang terpenting, Maxwell dengan berani menyatakan bahwa gelombang elektromagnetik dapat merambat dalam ruang hampa, tanpa medium. Lagipula, kecepatanya konstan.

Tahun 1887, dua orang fisikawan Albert Michelson dan Edward Moorley merancang suatu percobaan yang nantinya dikenal dengan percobaan Michelson-Moorley. Melalui percobaannya, Michelson berusaha mendeteksi gerak relative bumi terhadap eter. Ingat, eter diasumsikan diam. Ini seperti ketika anda berusaha mengukur kecepatan kapal selam yang tengah anda tumpangi didasar samudera. Jika kapal selam anda bergerak, tentunya seoalh- olah ada arus samudera yang geraknya berlawanan arah dengan gerak kapal selam anda. Begitu pula, jika eter terbukti ada seharusnya suatu semacam “badai eter” akan terdeteksi. Karena saat itu telah diketahui bahwa bumi bergerak mengintari matahari dengan sangat cepat.

Namun sayang, percobaan Michelson-Moorley tidak mennunjukkan gejala “badai eter”. Belum puas dengan hasil itu, Michelson mengulangi percobaannya sampai beberapa kali. Mungkin saat dilakukan percobaan itu untuk pertama kalinya bumi dan eter sedang seragam sehingga seolah – olah tidak bergerak. Nyatanya, diulang berapa kali pun bumi sama sekali tidak menunjukkan gerak relative terhadap eter. Kesimpulan yang bisa diambil, eter tidak ada atau bumi memang benar – benar diam seperti yang dikatakan Aristoteles. Percobaan lain dilakukan oleh Albert Einstein, tapi gagal. Peralatan yang digunakannya meledak dan melukai tangannya. Mungkin karena itu juga lah dia menafikan konsep eter dalam teori relativitas khusus nya. Sampai di sini, kita simpulkan bahwa partikel hipotesis “eter” tak pernah ada.

Langkah besar selanjutnya dicapai oleh Max Planc pada tahun 1900, yang melalui percobaan radiasi benda hitamnya menujukkan bahwa distribusi energi gelombang elektromagnetik adalah diskontinu. Tidak kontinu berarti diskrit, diskrit berarti sepotong - sepotong meskipun potongannya sangat kecil. Dengan kata lain, cahaya yang tadinya nyaris secara sah dianggap sebagai gelombang, kini dipandang sebagai partikel. Berhenti sampai di sini? Ternyata tidak. Ada satu eksperimen lagi yang menunjukkan gejala partikel pada cahaya. Eksperimen ini dikenal dengan “efek fotolistrik”. Sederhanyanya, sebuah logam disinari dengan cahaya monokromatik (satu warna), maka elektronpun akan ditendang keluar dari permukaan logam tersebut.

Teka – teki  yang membuat para fisikawan penganut teori gelombang cahaya adalah. Bagaimana sebuah gelombang dapat menendang keluar elektron dari permukaan sebuah logam? Anda bisa membayangkan, sedahsyat apapun energi yang dimiliki air laut yang sedang bertiwikrama (baca : menjadi tsunami), ia tidak akan sanggup melempar sebuah bola tinggi – tinggi. Ia hanya mampu meluluh-lantahkan beberapa bangunan yang dekat dengan tanah. Bola hanya akan terlempar ke udara jika ditendang, atau dalam kasus ini dibenturkan dengan bola lain yang memiliki energi cukup besar. Selain itu, seharusnya energi elektron yang dipancarkan dari logam itu bergantung pada intensitasnya. Jadi, misalkan satu buah lilin dapat “menendang” satu elektron hingga mempunyai kecepatan v, maka cahaya api unggun setara seribu lilin seharusnya mampu membuat elektron tersebut mempunyai kecepatan sekitar 1000v, jelas karena energinya lebih besar. Namun logika ini tidak teramati dalam eksperimen. Intensitas cahaya yang disinarkan hanya mempengaruhi jumlah elektron yang dipancarkan, bukan kecepatannya (atau dengan kata lain energi kinetiknya).

Sebuah solusi yang (lagi – lagi ) berani dinyatakan oleh Albert Einstein (4). Dalam menyikapi fenomena ini, Einstein memandang efek fotoelektrik sebagai tumbukan antara kuantum (partikel) cahaya (5) dengan elektron. Sesaat setelah tumbukan, kuantum cahaya tersebut menyerahkan sebagian energinya pada elektron untuk keluar dari atom, bahkan ia dapat melaju hingga kecepatan tertentu. Selanjutnya, ingat kembali rumusan Planck bahwa energi kuantum cahaya bergantung kepada frekuensinya. Dengan demikian, kedua masalah yang membingungkan itu dapat diselesaikan.

Terakhir, fisikawan dari keluarga ningrat Perancis, Louis de Broglie dalam tesisnya menyatakan secara tegas bahwa jika setiap gelombang punya bentuk partikel maka partikel pun seharusnya mempunyai bentuk gelombang. Agaknya hepotesis de Broglie ini akan menimbulkan kekacauan nalar. Namun hasil eksperimen difraksi berkas elektron pada tahun 1927 membenarkannya. Kesulitannya, siapa yang bisa menjawab pertanyaan : Apa sebenarnya cahaya itu? Gelombang atau partikel?



(1)   Ada yang mau jadi relawan untuk mempraktekkan eksperimen ini? :)
(2)   Bukan eter yang digunakan untuk obat bius.
(3)   Perlu belajar kalkulus dulu sebelum mengatakan “sederhana”.
(4)   Menurut saya, tidak sedemikian berani. Sebab Einstein mempublikasikan karyanya tentang efek fotoelektrik dengan judul “Tanggapan Heuristik tentang Produksi dan Transformasi Cahaya”. Kata “Heuristik”menyiratkan makna “tidak sungguh – sungguh”. Nyatanya memang dia tidak memberikan bukti eksperimental.
(5)   Kuantum cahaya selanjutnya dikenal sebagai foton. Tidak hanya tu, perkembangan fisika selanjutnya menyatakan adanya kuantum gaya.


Anda pasti tahu kucing. Hewan lucu yang satu ini senantiasa menjadi kawan manusia, baik sebagai peliharaan maupun sebagai obyek bisnis. Ia juga merupakan salah satu hewan yang berperan dalam sejarah umat manusia. Seperti dalam artefak bangsa mesir kuno, misalnya. Mereka menganggap kucing adalah makhluk suci atau keramat. Di sisi lain, bentuk dan bulu beberapa jenis kucing memiliki potensi harga jual yang tinggi sehingga bisa dijadikan alternatif untuk meraup untung besar.

Lalu, apa hubungan antara kucing dengan seorang yang bernama Schrodinger itu? Kenalkah anda dengannya? Bagi anda yang antusias terhadap sains fisika, atau pernah membaca luteratur seputar fisika modern, tentunya nama itu tidak asing. Namun bagi yang tidak, saya beritahukan bahwa dia adalah warga Austria yang merupakan salah satu pendiri cabang fisika modern, mekanika kuantum. Nama lengkapnya Erwin Schrodinger. Perlu juga kiranya saya tegaskan bahwa dia adalah seorang playboy! Ya, satu – satunya playboy yang saya kagumi. Tentu saja bukan karena sifat “main perempuan” nya, melainkan karena teori yang dicetuskannya. Bahkan konon, ia menyelesaikan teorinya yang rumit itu sambil berhubungan intim dengan seorang kekasih gelapnya di sebuah villa.

Tunggu dulu. Apa itu mekanika kuantum? Dan apa pula peran Schrodinger dalam pengembangannya? Sebelum mengulas lebih jauh tentang Erwin The Playboy, kita tinjau dulu perkembangan teori atom lewat sejarah singkat. Sebab hubungan antara Schrodinger dengan kucingnya terletak di sini. Sekitar tiga abad sebelum masehi, Demokritus seorang filosof Yunani menyatakan bahwa semua materi tersusun atas ‘sesuatu’ yang kecil, sedemikian kecilnya sehingga tidak dapat dibagi lagi.

Tak banyak orang yang menanggapi hal ini, sampai John Dalton pada tahun 1808 mempublikasikan sebuah karya yang meyakini adanya atom. Yang tidak hanya berdasarkan nalar murni belaka, melainkan melalui eksperimen yang dilakukan oleh Antonie Laovisier dan selanjutnya Joseph Louis Proust(1). Dalton menyatakan bahwa atom mirip dengan bola pejal, yang jika dapat dibagi lagi maka sifat bagiannya akan berbeda dengan sifat atom. Dan, atom identik membentuk unsur yang sama, sedangkan atom yang berbeda membentuk unsure yang berbeda pula. Pengembangan selanjutnya dilakukan oleh kimiawan Dmitri Ivanovich Mendleev(2), hingga ia dapat menyusun table periodik yang memuat daftar unsur.

Tahun 1897, Joseph John Thompson melalui eksperimen sinar tabung katoda-nya berhasil menemukan partikel bermuatan negatif, yang selanjutnya dikenal dengan nama elektron. Hal ini tidak bertentangan dengan teori atom Dalton karena meskipun elektron membentuk susunan atom, namun ia mempunyai perbedaan sifat dengan induknya. Karena muatan atom adalah netral, dan elektron bermuatan negatif, maka tak pelak lagi hipotesis partikel bermuatan positif harus diajukan. Thompson mengusulkan model atom terdiri atas elektron yang terletak di inti, juga mempunyai muatan positif yang tersebar merata dalam struktur bola.

Namun model yang diajukan oleh Thompson itu tidak sesuai dengan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ernest Rutherford. Karena itulah, ia mengajukan model atom baru. Atom, tersusun atas partikel bermuatan positif yang tepusat di inti, sedangkan elektron berputar – putar di sekelilingnya. Selebihnya hanya ruang kosong. Mirip seperti planet – planet yang mengintari matahari. Model ini selanjutnya disempurnakan oleh murid Rutherrford, Niels Bohr. Sejak itu, eksperimen – eksperimen yang melibatkan atom terus berkembang. Misalnya, ternyata masih terdapat satu partikel lagi yang membentuk atom, yaitu neutron. Ia bermuatan netral dan bersama – sama dengan proton menyusun inti atom.

Salah satu fenomena atomik yang menarik adalah peluruhan. Semua atom, dalam jangka waktu tertentu akan berubah menjadi atom lain dengan memancarkan energinya(3). Ya, semuanya tanpa kecuali. Namun rata – rata unsure yang kia temui dalam kehidupan sehari – hari mempunayi ‘waktu-paruh’ yang cukup lama sehingga kita tidak akan lenyap begitu saja. Unsur yang meluruh dalam waktu singkat biasanya merupakan unsur berat seperti Uranium. Bayangkan, anda memiliki sekantung kelereng seberat 1 kg. Setelah satu jam, seberat 0,5 kg kelereng – kelereng anda lenyap entah ke mana. Setelah satu jam lagi, kelereng anda yang tadinya 0,5 kg menghilang lagi setengahnya sehingga anda hanya mempunyai 0.25 kg kelereng (sperempat kantung) saat dua jam pertama. Begitu seterusnya. Sepertinya tidak ada yang aneh.

Sekarang masalahnya kita sederhanakan, anda punya dua buah atom yang mudah meluruh. Bayangkan saja dua buah bola billiard yang identik tapi berbeda warna, satu berwarna merah dan satu lagi kuning, untuk membedakan. Sesuai dengan aturan peluruhan, anda akan punya satu bola billiard saat jangka waktu atom habis. Namun, jika ditanya atom mana yang akan meluruh lebih dulu? Bisakah anda memberikan jawaban pasti? Tidak, anda hanya akan dapat berkata “Kemungkinan bola-atom yang meluruh berwana kuning adalah 50%”. Inilah salah satu dasar paham probabilistik.

Beralih ke bab lain, Max Planck mengeluarkan postulat bahwa energi radiasi elektromagnetik -yang sebelumnya dianggap kontinum- adalah diskrit, alias hanya kelipatan bilangan bulat dari besaran tertentu. Hal ini menggelitik Einstein untuk mengajukan hipotesis bahwa cahaya (gelombang elektromagnetik) juga diskrit. Dengan kata lain, gelombang yang mempunyai sifat partikel. Padahal sebelumnya telah sah bahwa  cahaya merupakan gelombang, dan gelombang sama sekali berbeda dengan partikel. Mekanika, yaitu cabang fisika yang mempelajari tentang gerak benda, untuk gelombang-saja dan partikel-saja telah dibangun oleh Newton dan fisikawan lain hampir dua abad sebelumnya, bahkan ia menuai kesuksesan besar. Dibuktikan dengan revolusi besar – besaran di bidang industri pada masa itu. Tapi ilmu mekanika yang menjelaskan perilaku gelombang-partikel belum ada. Karena itulah para fisikawan selanjutnya mengembangkan mekanika baru ini, yang selanjutnya disebut mekanika kuantum. 


Kembali ke Schrodinger sang perayu kelas wahid. Ia merombak persamaan – persamaan dalam mekanika gelombang-saja sehingga cocok untuk partikel. Namun persamaan gelombang Schrodinger itu tidak mempunyai arti fisis apapun(4). Max Born secara berani memberinya tafsiran, dengan mengkuadratkan fungsi gelombang Schrodinger, maka persamaan gelombang tersebut berarti probabilitas menemukan partikel di suatu tempat dan waktu tertentu. Kata probabilitas ini, tentu saja, mengarah pada paham probabilistik. Hal ini, tentu saja membuat Schrodinger marah. Sebab ia sendiri menyangkal bahwa alam itu besifat probabilistik, terlebih persamaan gelombangnya ditafsirkan Born sekehendak hatinya.

Lantas Schrodinger mengajukan suatu teka - teki. Misalkan ada sebuah kotak dengan peralatan – peralatan seperti : bahan atom radioaktif, mesin Geiger (pendeteksi radioaktivitas), botol berisi racun, benang, gunting dan terakhir palu. Kita rakit alat – alat itu sedemikian rupa lalu masukkan kucing ke dalamnya. Tutup kotak, dan tunggu selama waktu-paruh atom radioaktif itu. Jika bahan ternyata meluruh, maka mesin Geiger akan mengamati redioaktivitas tersebut dan memutar jarum meterannya. Gerakan jarum meteran itu akhirnya menggerakkan gunting untuk memotong benang yang menahan palu. Karena palu sekarang tidak memunyai penahan, maka ia jatuh menimpa botol racun hingga pecah. Racun menyebar dan akhirnya kucing mati karena menghirupnya. Kesimpulannya, kucing mati jika atom meluruh atau tetap hidup jika atom tidak meluruh.



Dengan demikian, terdapat kemungkinan 50% kucing hidup, dan 50% kucing mati. Dan kita tidak tahu pasti sampai kita membuka tutup kotak. Namun jika kita membuka tutup, jangan – jangan itulah penyebab atom meluruh. Atau bisa juga, awalnya atom tidak ingin meluruh. Namun lantaran kita membuka kotak, ia jadi meluruh. Dan tidak mungkin pula kucing setengah amti dan setengah hidup. Jadi apakah kucing mati atau hidup? Pertanyaan ini menimbulkan banyak versi jawaban yang tak kalah aneh dengan kasus yang ditanyakan itu sendiri. Kopenhagen (Institut yang dipimpin Bohr) menafsirkan, kucing boleh mati dan hidup dalam waktu yang sama. Ada pula tafsiran dunia paralel, jadi kucing mati di dunia yang satu, dan hidup di dunia yang lainnya. Kita bahas lain kali saja…

Well, sekejam itukah Schrodinger The Playboy? Tenang, percobaan yang melibatkan kucing tersebut hanya rekayasa alias hayalan. Jadi tidak terjadi di dunia nyata.

  1. Mengemukakan hukum kekekalan massa setelah memperhatikan bahwa massa sebelum reaksi sama dengan massa setelah reaksi.
  2. Namanya aneh, jangan protes kalau salah ketik. :)
  3. Ingat rumus terkenal mbah Albert Einstein, E = mc^2
  4. Tentunya sangat sulit membayangkan kelereng dan riak air (partikel dan gelombang) dalam satu wujud.



Fisika telah memasuki era baru pada tahun 1900, saat Max Planck mempublikasikan karyanya yang berjudul “Teori tentang Hukum Distribusi Energi dari Spektrum Normal”. Sebelumnya para fisikawan mengira bahwa energi bersifat kontinu, namun Planck menolak anggapan itu berdasarkan fakta eksperimen radiasi benda-hitamnya. Menurut Planck, energi hanya dapat didistribusikan per-paket, yang kini telah populer dengan sebutan kuanta atau kuantum. Perkembangan selanjutnya, tidak hanya distribusi energi saja yang bersifat diskontinu, tetapi juga gaya, dan bahkan ruang dan waktu. Ini berarti gaya gravitasi, misalnya, bukan lagi sebuah interaksi antara dua buah benda bermassa seperti gambaran Newton, namun sebagai ‘kuantum’ yang dipertukarkan oleh kedua benda itu. Masing – masing kuantum memiliki nama sendiri, yang tentunya terlalu panjang jika diuraikan di sini.

Terkait dengan proses pertukaran kuantum tersebut, dan berdasarkan perhitungan matematis yang amat rumit, seorang fisikawan jenius bernama Richard Feynman menyederhanakannya dengan mengusulkan sebuah diagram. Diagram ini selanjutnya dikenal dengan sebutan Diagram Feynman. Untuk memahami diagram ini, pertama – tama ingat kembali koordinat kartesian 2 dimensi yang anda pelajari di kelas dua SMP. Garis dunia yang akan dibahas mirip dengannya. Grafik jarak-waktu direpresentasikan oleh gambar berikut :

Garis vertikal menggambarkan waktu, sedangkan garis horizontal menggambarkan ruang. Manusia-boneka yang bergerak dalam ruang digambarkan mengarah ke kiri atau ke kanan, berarti maju atau mundur dalam ruang. Sedangkan arah ke atas maupun ke bawah menunjukkan gerak maju maupun mundur dalam waktu. Pengalaman kita sehari – hari hanya mencakup gerak  maju dalam waktu, jadi urutan kejadian bergeraknya partikel tersebut adalah sekarang (titik pusat)-nanti. Kombinasi kedua sumbu menghasilkan kecepatan gerak partikel yang ditentukan oleh kemiringan lintasan manusia-boneka. Semakin miring ke arah horizontal, berarti gerak partikel tersebut semakin cepat. Sebaliknya, semakin tegak lintasan berarti gerak partikel semakin lambat. Jika arah lintasan tegak sempurna, berarti partikel diam dalam ruang namun masih bergerak dalam waktu.

Sekarang, diagram kita sederhanakan dengan menghilangkan bidang koordinat dan mengganti manusia-boneka dengan tanda panah. Tinjau gerak elektron berikut :

Mengikuti tanda panah, grafik dibaca sebagai berikut : Elektron memancarkan foton sehingga kehilangan sebagian energinya, akibatnya kecepatan geraknya pun berkurang.

Sepertinya tak ada yang aneh, namun keanehan muncul dari persamaan matematis dari diagram ini. Kita sah – sah saja membaca diagram ini secara terbalik. Dengan kata lain, elektron bergerak mundur dalam waktu dan menyerap foton. Partikel yang bergerak mundur dalam waktu merupakan antipartikel. Antipartikel dari proton disebut positron, artinya elektron yang bermuatan positif.

Diagram Feynman, disamping membantu teori kuantum untuk menumbangkan pandangan klasik tentang alam yang kontinu, juga menunjukkan bahwa partikel dapat bergerak mundur dalam waktu. Atau dengan bahasa sederhana, kembali ke masa lalu.

Gerak mundur dalam waktu tersebut, tentu saja, akan menaikkan tingkatan posisi teori relativitas khusus ke tingkat hakikat[1]. Namun demikian, dalam catatan yang ditulis oleh Fritjof Capra dalam bukunya The Tao of Physic disebutkan bahwa peristiwa mundur terhadap waktu ini masih dipertanyakan. Selain itu penelitian terbaru menimbulkan gagasan bahwa hukum ini mungkin tidak berlaku untuk proses yang melibatkan ‘interaksi yang sangat lemah’.

Selain itu, diagram ini memiliki beberapa kelemahan yang disebabkan oleh aturan – aturan yang dibuat oleh Feynman sendiri. Di antaranya aturan lokalitas dan unitary. Aturan lokalitas mengharuskan proses partikel tersebut terjadi pada tempat dan saat tertentu. Sedangkan unitary mengharuskan total probabilitas dari semua kemungkinan yang ada harus sama dengan 1. Kedua aturan tersebut dapat ditaati, tetapi justru perhitungannya akan semakin rumit.

Mengetahui hal ini, para fisikawan teoretis mengembangkan beberapa metode yang lebih baik. Fiuuh! Padahal kita hidup di alam, menjadi bagian dari alam dan setiap saat bergelut dengan alam. Tapi kenapa memahami alam itu sendiri sedemikian repotnya ya? Yah, kita tunggu saja kabar selanjutnya…

(1)    Apa yang relatif dalam konsep relativitas khusus adalah pengukuran berdasarkan kerangka acuan yang dipilih, dan bukan hakikat benda-nya.

Sumber :
Fritjof Capra, The Tao of Physic.
http://diary.febdian.net/