twitter



Kijang yang berkaki lebih panjang mungkin dapat berlari lebih cepat sehingga mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk selamat dari pemangsa. Keselamatan ini memungkinkannya untuk bereproduksi dan menghasilkan keturunan, yakni anak kijang dengan kaki lebih panjang. Dengan demikian, kijang yang berkaki lebih panjang lebih mungkin untuk bertahan di alam.

Akan tetapi pada akhirnya kita tidak melihat kijang dengan kaki yang sangat panjang karena alam tidak mengizinkannya. Kemampuan untuk berlari lebih cepat yang diperoleh dari kaki yang lebih panjang bukan satu - satunya faktor yang menentukan keselamatan kijang. Kaki yang lebih panjang, setelah mencapai panjang tertentu, misalnya akan lebih mudah patah sehingga alih - alih menjadi keuntungan, justru malah menjadi kerugian bagi si kijang.

Selain itu pemangsa juga tidak tinggal diam, ia juga turut menyesuaikan diri dengan kemampuan berlari si kijang. Ketika kijang - kijang mulai mampu berlari cepat (kijang dengan kaki pendek, dan karena itu kemampuan larinya payah telah habis), pemangsa yang tidak mampu menyesuaikan kemampuan larinya dengan buruan dengan sendirinya tidak akan mendapat jatah makanan, sementara yang mampu menyesuaikan diri akan bertahan, dan kemampuan itu tentu saja diwariskan pada keturunannya. Baik kijang maupun pemangsa senantiasa berubah untuk saling menyeimbangkan.

Begitulah alam menceritakan salah satu prosesnya yang keras dan kasar, namun indah nan mengagumkan. Itulah yang disebut evolusi berdasarkan seleksi alamiah.


Prof. Brian Cox dalam BBC Wonders of The Universe episode keempat mencoba merasakan sensasi berada di tempat dengan percepatan gravitasi yang lebih besar dari percepatan gravitasi bumi. Prof. Cox masuk ke dalam sebuah alat mirip komedi putar, seorang operator kemudian mengatur putaran alat tersebut sedemikian rupa sehingga percepatan sentrifugal yang dialami Prof. Cox semakin besar. Mula - mula percepatan sentrifugal itu sama dengan percepatan gravitasi bumi g, rotasi kemudian dipercepat sehingga Prof. Cox mengalami sensasi percepatan gravitasi sebesar 5g. Dalam keadaan itu ia tampak hampir kehilangan kesadaran dan tidak lama kemudian meminta operator untuk segera menghentikan alatnya.

Prof. Cox dalam alat mirip komedi putar yang menimbulkan sensasi percepatan gravitasi sebesar lima kali percepatan gravitasi bumi. Sang profesor seolah menjadi tua, tapi sebenarnya itu adalah efek tarikan ke "bawah" yang besar.

Prof. Cox setelah keluar dari alat mirip komedi putar.
Sekeluarnya Prof. Cox dari alat mirip komedi putar itu, ia menceritakan pandangannya yang mulai kabur dan kesulitannya untuk bernafas, bahkan wajahnya terasa berat dalam ruangan sempit bersensasi percepatan gravitasi sebesar 5g. Ia lalu menyimpulkan bahwa planet kita telah tertala secara halus (finely tuned) sehingga kita bisa tinggal di dalamnya.

Jika kita pertimbangkan hal - hal lain semisal jarak antara bumi dan matahari, kemiringan pros rotasi bumi, dan sebagainya, kita mungkin akan jauh lebih kagum daripada Prof. Cox pasca sensasi percepatan gravitasi 5g itu. Dalam keadaan demikian, agaknya akan sangat tepat untuk menyimpulkan bahwa bumi telah tertala secara halus sehingga memungkinkan kita untuk mendiaminya. Namun tidak harus seperti itu juga. Jika kita muncul secara tiba - tiba dari ketiadaan, lalu kita mendapati diri kita berada di tempat yang sepenuhnya mendukung kehidupan kita (yakni bumi), maka kita punya alasan yang kuat untuk menyimpulkan bahwa tempat kita itu tertala secara halus.

Kita harus ingat bahwa sejak "awal" telah bersama bersama dengan bumi dan "berevolusi" bersamanya. Mekanisme evolusi a la Darwin menyediakan penjelasan alternatif (yang bahkan lebih baik) daripada argumen penalaan halus. Melalui hukum - hukum fisika disertai syarat - syarat awal yang diperlukan, bumi terbentuk dan bersamanya makhluk hidup sederhana muncul. Makhluk hidup sederhana ini, berusaha beradaptasi dengan lingkungannya, makhluk yang tidak sukses mati, sementara makhluk yang sukses mewariskan metode pertahanan ini pada generasi berikutnya. Proses seperti ini terus berlangsung sehingga dalam rentang waktu yang cukup panjang (dan melalui banyak generasi), makhluk - makhluk yang lebih rumit muncul, termasuk kita manusia.

Dengan kata lain, kita tidak tinggal di tempat yang ditala sedemikian rupa sehingga kita mungkin menjalani kehidupan di dalamnya, melainkan "kita" menyesuaikan diri dengan tempat "kita" tinggal sedemikian rupa sehingga "kita" bisa tinggal di dalamnya. Penjelasan ini, sekurang - kurangnya menjadikan argumen penalaan halus menjadi alternatif sampingan.