Empat eksemplar "Teruntuk Mentari dan Rembulan" |
Saya memang hobi menulis, tapi jarang-jarang tulisan saya mengejawantah menjadi sebuah buku. Terlebih lagi dalam bidang sastra, saya baru belajar menulis puisi awal Juni 2016. Meskipun begitu, ketekunan yang dipacu oleh keinginan mendapat perhatian dari bribikan (hehehe) berhasil membuat saya mengumpulkan sejumlah sajak dan puisi.
Ketika saya membaca karya sendiri, saya tidak terlalu bisa menikmati tulisan sebanyak saya menikmati karya orang lain. Membaca tulisan sendiri itu seperti membaca tulisan setelah terkena megaspoiler. Saya juga merasa membaca tulisan sajak-sajak sendiri itu seperti membaca jurnal perjalanan. Bagaimana tulisan kita bervolusi dari berbagai sisi seperti diksi, tema yang diangkat dan sebagainya.
Yah, apapun dan bagaimanapun itu, saya tetap sudah menelurkan sebuah karya lagi. Selain harus disyukuri, fakta itu juga menjadi batu pijakan bagi saya untuk maju lebih jauh lagi dengan menelurkan karya-karya berikutnya.