Penulis : Richard Dawkins
Dimensi : 14 x 21 cm, vi + 522 hal.
Penerbit : Banana
Buku yang ditulis oleh Richard Dawkins, seorang biolog dan atheis kenamaan, ini mengupas masalah atheisme. Dalam bab pertama, ia menjelaskan dan menyepakati makna kata "tuhan" yang boleh jadi dalam pembicaraan dicampuradukkan. Kata "tuhan" yang biasa disebut Einstein, misalnya, tidak sama dengan kata "tuhan" yang dijadikan sebagai sesembahan umat beragama. Bab kedua buku tersebut mengupas perkara "tuhan sebagai hipotesis", misalnya apakah jika kita berhadapan dengan fenomena alam yang sangat mengagumkan sedemikian rupa sehingga agaknya fenomena itu terjadi begitu saja, maka kita bisa beranggapan bahwa tuhan berada di balik semua itu. Didukung oleh bab selanjutnya, yakni argumen - argumen tentang eksistensi tuhan. Dawkins menjelaskan bahwa argumen - argumen yang disajikan oleh para agamawan, mulai dari argumen paling konyol (bahasa saya sendiri) hingga argumen paling saintifik, ternyata lemah dan mengandung cacat logika.
Dawkins membuat pukulan pada argumen - argumen tersebut dalam bab kelima, yakni bab "Mengapa Hampir Pasti Tidak Ada Tuhan". Menurut Dawkins, dalam menjelaskan fenomena - fenomena alam yang barangkali masih di luar pemahaman kita, kita tidak perlu menganggap bahwa tuhan berada di balik fenomena - fenomena alam itu. Sebab dengan menyertakan "tuhan" dalam penjelasan, kita hanya menambah rumit fenomena alam yang hendak dijelaskan. Dawkins hanya memaparkan beberapa contoh, namun saya kira itu cukup untuk memberi gambaran bagi ide pokok yang hendak disampaikannya.
Saya baru membaca sampai pertengahan bab keenam ketika menulis ini, jadi saya tidak bisa memberi tanggapan tentang bab - bab selanjutnya. Sejauh ini saya simpulkan bahwa gagasan - gagasan Dawkins dalam buku ini sangat menarik. Namun perlu saya beritahukan juga, buku ini dapat menggiring anda ke arah atheisme, khususnya jika anda "sedikit tahu" sains dan mempunyai tekanan batin yang diakibatkan oleh agama yang anda anut. Atheisme jelas tidak baik di Indonesia yang berasaskan pancasila ini.
Kendati demikian, bagi saya buku ini sangat bagus untuk menambah wawasan. Bagi saya pribadi, buku ini juga menambah semangat untuk tidak percaya begitu saja pada orang - orang yang banyak bicara tentang agama, khususnya jika mereka adalah anak - anak muda yang menganggap diri mereka paling benar dan menyalahkan orang lain berdasarkan sifat fanatik terhadap agama mereka.
Terakhir, untuk penerjemah yang menerjemahkan buku "The God Delusion" ini ke dalam bahasa Indonesia, edisi ini masih memuat beberapa kesalahan ketik. "Beberapa" itu berarti tidak banyak, tapi menurut saya cukup mengganggu. Penerjemah juga perlu untuk semakin memperkaya kosa kata ilmiah yang hendak digunakan. Kata "strong force" (halaman 188), sebagai contoh, diterjemahkan menjadi "kekuatan besar". Setelah membaca konteksnya, orang yang akrab dengan fisika berbahasa Indonesia akan tahu bahwa istilah yang lebih tepat bagi "strong force" dalam subbab yang bersangkutan, adalah "gaya kuat". Selain itu, catatan kaki yang dalam edisi aslinya dirujuk oleh tanda "*" dan halaman indeks juga dihilangkan. Tentunya ini menyulitkan pembaca yang hendak menelusuri bahasan tertentu lebih jauh.