Membaca tiga potong kicau Goenawan Mohamad tentang kritik Bung Karno masalah penggunaan fikih untuk melakukan tindakan tercela, yaitu :
Yang mengejutkan, pada tahun 1940, Bung Karno juga sebut praktik kawin siri (nikah cuma buat semalam) dengan para pelacur di satu kota Jawa-Barat
Ada penghulu yang siap menikahkan pelanggan dan pelacurnya, dan esoknya talak dijatuhkan. Ini, kata Bung Karno, "Main kikebu dengan Tuhan."
"Main kikebu" atau cilukba dengan Tuhan, itulah sebutan Bung Karno tentang orang yang menggunakan fikih untuk membenarkan laku yang cela.
dalam buku "Percikan : Kumpulan Twitter @gm_gm" halaman 202-203, imajinasiku melayang. Aku benar-benar membayangkan adanya jasa yang menyediakan layanan prostitusi tetapi lewat jalan "syar'i". Kata "syar'i" yang kumaksudkan di sini adalah dalam kaitannya dengan fikih.
Misalkan benar-benar ada jasa prostitusi yang juga menyediakan penghulu, pramuria sebagai mempelai perempuan, saksi, komplit dengan wali yang entah bagaimana bisa dibujuk untuk menyetujui anaknya menjadi pramuria dengan cara seperti itu, pokoknya syarat dan rukunnya lengkap, lalu bagaimana? Apa yang menjadi ganjalan bagi penyedia jasa prostitusi syariah seperti itu untuk ada? Harus kutekankan bahwa aku tidak tahu banyak tentang fikih (dan tidak suka juga meskipun kolom agama di KTP-ku berisi kata "Islam", tapi ini soal lain).
Setahuku fikih hanya menghukumi suatu pekerjaan berdasarkan rukun dan syarat pekerjaan itu. Dalam Islam, menikah adalah sangat dianjurkan. Bahkan, konon orang yang tidak meikah justru tidak terpuji. Lalu ketika orang ingin "menikah untuk semalam" saja, dengan rukun dan syarat yang lengkap, bukankah secara fikhiyah tidak masalah? Sedangkan jika ada larangan dan anggapan bahwa tindakan tersebut tercela, bukankah ini bersumber dari moral si pencela? Dengan kata lain, larangan itu tidak bersumber dari fikih.
Kadangkala, dalam fikih kita mendapati perbuatan yang dalam kesadaran moral kita salah, berubah menjadi tidak bermasalah. Misalnya, seorang anak sulung dihadiahi sebidang tanah berikut rumah dan kebun oleh bapaknya semasa hidup. Lalu ketika meninggal, pemberian itu tidak dihitung warisan, sehingga peninggalan si bapak yang tersisa harus dibagi menurut ketentuang yang berlaku menurut faraid (ilmu tentang tata cara membagi warisan dalam Islam). Ada juga beberapa hal yang tidak diperbolehkan menurut seorang ahli fikih, tapi dianggap sebagai "tercela" oleh yang lain, dan diperbolehkan untuk yang lain lagi. Untuk yang ini, kulit seorang laki-laki bersinggungan langsung dengan kulit perempuan setelah berwudu lalu laki-laki itu salat tanpa berwudu lagi. Jadi, "menikah dalam semalam" itu termasuk yang mana? Ingat, pertimbangan moral (apalagi yang tidak berasal dari Arab abad ketujuh masehi) tidak dimasukkan dalam penilaian suatu perbuatan menurut fikih.
Terakhir, andaikan prostitusi syariah itu benar-benar ada, maka alangkah beruntung para muslim yang kaya yang berkeinginan untuk berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual. Ada legalisasi dari agamanya untuk melakukan itu, sehingga paling tidak dia dan semua pihak yang membantunya tidak terkena beban psikologis akibat ketakutan pada dosa berzina dan semua konsekuensinya meskipun dilihat dari bentuk perbuatannya sama saja.