twitter


Aturan Jumlahan (Sum Rule)
Jika sebuah peristiwa dapat terjadi dalam m cara dan peristiwa lain dalam n cara, serta kedua kejadian tersebut tidak dapat terjadi secara serempak, maka salah satu kejadian dapat terjadi dalam m + n cara. Secara lebih umum, jika (i = 1, 2, 3..., k) adalah k kejadian sedemikian rupa sehingga tidak ada dua kejadian (atau lebih) darinya yang terjadi secara serempak, dan dapat terjadi dalam cara, maka salah satu dari kejadian - kejadian tersebut dapat terjadi dalam cara.

contoh :
Jika ada 18 laki - laki dan 12 perempuan, maka ada 18 + 12 = 30 cara memilih satu orang baik laki - laki maupun perempuan.
Andaikan E adalah cara pemilihan bilangan prima kurang dari 10, F adalah pemilihan bilangan genap kurang dari 10. Maka E dan F dapat terjadi dalam 4 cara. Namun karena 2 adalah bilangan prima yang genap, maka E atau F dapat terjadi dalam 4 + 4 - 1 = 7 cara.

Aturan Hasilkali (Product Rule)
Jika sebuah peristiwa dapat terjadi dalam m cara, peristiwa kedua n cara serta cara peristiwa kedua terjadi tidak terpengaruh oleh peristiwa pertama maka kedua peristiwa dapat terjadi secara simultan dalam mn cara. Secara lebih umum, jika  adalah k peristiwa dan dapat terjadi dalam cara, dapat terjadi dalam cara (tidak peduli bagaimana terjadi), dan seterusnya. Maka k peristiwa dapat terjadi dalam cara.

contoh:
Jika dalam sebuah rak buku terdapat 6 buah buku bahasa Indonesia, 8 buah buku bahasa Perancil dan 10 buah buku bahasa Jerman. Maka terdapat 6.8.10 = 480 cara untuk memilih tiga buku yang masing - masing satu buku bahasa yang berbeda. Juga terdapat 6 + 8 + 10 = 24 cara untuk memilih satu buku bahasa sebarang dari rak tersebut.


Permutasi dan Kombinasi
Andaikan X adalah kumpulan n objek yang berbeda dan r adalah bilangan bulat tak negatif yang sama dengan atau lebih kecil dari n. permutasi-r dari X adalah pemilihan sejumlah r objek dari n objek. Pemilihan tersebut 'diurutkan'. Misalnya jika X={1, 2, 3, 4, 5}, maka {2, 3, 4} dan {2, 4, 3} adalah permutasi-3 yang berbeda, dari kumpulan objek - objek X. Permutasi-n dari X biasa disebut sebagai permutasi X saja.

Sejumlah permutasi-r dari sekumpulan n objek yang berbeda ditulis P(n,r). Sebuah anggota X dapat dipilih untuk menempati posisi pertama dari r dalam n cara. Setelah itu, n-1 objek dapat dipilih untuk menempati posisi kedua dalam n-1 cara, n-3 menempati posisi ketiga dalam n-3, dan seterusnya.

Jadi,


dan jelas bahwa .

Pemilihan r 'tak terurut' objek dari n objek anggota X disebut kompinasi-r dari X. Dengan kata lain, sebarang himpunan bagian dari X yang beranggotakan r buah anggota, adalah kombinasi-3 dari X.

Kombinasi-r dari n objek ditulis C(n,r). Untuk setiap r buah anggota X, ada himpunan bagian beranggota n-r buah, yang 'unik', sedemikian rupa sehingga C(n,r) = C(n,n-r)

Untuk menghitung C(n,r), tinjau ulang konsep permutasi di atas. P(n,r) haruslah merupakan jumlah dari permutasi dari himpunan - himpunan bagian X yang beranggota sejumlah r buah anggota; r-himpunan bagian yang berbeda membangkitkan permutasi yang berbeda.

Jadi,




contoh soal kombinasi yang 'jelas' :
Dalam sebuah kelas, terdapat 5 siswa yang mahir matematika, 4 siswa mahir fisika dan 6 siswa mahir kimia. Hendak dibentuk sebuah tim olimpiade beranggotakan 2 siswa mahir matematika, 2 mahir fisika dan 2 mahir kimia. Berapa tim yang mungkin dibentuk dari kelima belas siswa mahir tersebut? Jika Andi adalah salah satu siswa pandai matematika, Budi salah satu siswa mahir fisika dan Catur salah satu siswa mahir kimia, berapa peluang Catur masuk dalam tim? Berapa peluang Andi dan Budi berada pada satu tim?

Jawab
Soal ini dapat diselesaikan dengan cara manual, yakni dengan melabeli semua siswa dengan huruf (nama) yang berbeda, dan kemudian mencatat seluruh tim yang mungkin dibentuk. Misalnya siswa mahir matematika {Andi, D, E, F, G}, siswa mahir fisika {Budi, H, I, J}, siswa mahir kimia {Catur, K, L, M, N, O}.
Kemungkinan pertama : tim [{Andi, D},{Budi, H},{Catur, K}]
Kemungkinan kedua : tim [{Andi, D},{Budi, H},{Catur, K}]
dan seterusnya. Lalu peluang dapat dihitung dengan membagi frekuensi kemunculan nama yang diminta dengan jumlah seluruh tim yang mungkin dibentuk. Namun perlu dicatat bahwa cara ini sangat tidak praktis untuk himpunan - himpunan dengan banyak anggota!

Dengan menggunakan konsep kombinasi, cara yang lebih cepat bisa ditempuh.
Cara memilih 2 siswa dari 5 siswa mahir matematika : C(5,2) = 5!/(5-2)!2! = 10 cara
Cara memilih 2 siswa dari 4 siswa mahir fisika : C(4,2) = 6 cara
Cara memilih 2 siswa dari 6 siswa mahir kimia : C(6,2) = 15 cara
Jadi tim yang mungkin dibentuk ada 10.3.15= 450 kemungkinan

Peluang Andi masuk dalam tim = 1/2, peluang Budi masuk dalam tim = 1/2, peluang Catur masuk dalam tim = 1/3. Maka peluang Andi dan Budi berada dalam satu tim adalah 1/2 . 1/2 = 1/4


[Sumber : Buku "Shaum's Easy Outlines ; Combinatorics"]




Adalah menarik untuk meninjau bagaimana pendapat para filsuf tentang waktu, khususnya untuk menjawab persoaalan apakah waktu bersifat mutlak atau relatif. Persoalan tersebut lebih tepat untuk dijawab melalui sudut pandang sains. Namun mengingat para filsuf bekerja menurut penalaran rasional, kiranya pendapat mereka layak untuk dijadikan perbincangan. (Setidaknya penalaran rasional adalah setengah bagian dari sains).


Jika kita melihat catatan sejarah, pembicaraan tentang waktu di kalangan para filsuf ternyata hampir sama tuanya dengan filsafat itu sendiri. Filsuf yang pertama kali tercatat mengajukan gagasannya tentang waktu (dan kaitannya dengan gerak) adalah Zeno dari Elea. Melanjutkan pemikiran gurunya Parmenides, filsuf Yunani abad ke-5 SM ini mengajukan gagasan bahwa gerak hanyalah ilusi, dan karena konsep waktu hanya ada ketika gerak ada, maka waktu adalah ilusi juga.

Argumen Zeno adalah sebagai berikut, andaikan suatu objek ingin bergerak dari A ke B, maka ia harus melewati titik di antara A dan B. Sebutlah titik tersebut C. Namun untuk menuju C, objek itu masih harus melewati titik antara A dan C, sebut saja D. Begitu seterusnya sedemikian sehingga gerak menjadi tidak mungkin, dan karenanya waktu hanya ilusi belaka[1].

Dengan demikian, secara tidak langsung Zeno beranggapan waktu bersifat mutlak. Sebab waktu sebagai “ilusi” tersebut berlaku untuk semua orang (pikiran).

Filsuf selanjutnya, Aristoteles (abad ke-4 SM), berpendapat bahwa waktu adalah sinambung (continuous), tidak mempunyai awal maupun akhir serta menjadi ukuran bagi gerak. Gerak bersifat terbatas, namun waktu bersifat universal[2]. Gerak berhubungan dengan benda – benda material, waktu merupakan fondasi universal dari pengalaman. Waktu yang riil adalah waktu “sekarang”, tetapi pikiran kita sadar akan waktu yang “lampau” dan mampu mengantisipasi waktu yang “akan datang”[3].

Jauh sesudah itu, Al-Kindi (filsuf abad ke-9 M) disebutkan sebagai peletak dasar “teori relativitas” berdasarkan karyanya yang berjudul Al-Falsafa Al-Ula. “Relativitas, adalah esensi dari hukum eksistensi. Waktu[4], ruang, gerakan, dan benda, semuanya relatif dan tidak absolut... Waktu hanya eksis dengan gerakan; benda dengan gerakan; gerakan dengan benda, ...  jika ada gerakan, di sana perlu benda; jika ada sebuah benda, di sana perlu gerakan,” tulisnya.

Mirip dengan ide Al-Kindi, abad ke-17 muncul teori relasional. Yakni gagasan tentang ruang  yang hanya eksis karena keberadaan objek - objek di dalamnya, dan waktu yang hanya akan ada ketika ada sebuah kejadian tertentu. Tokoh teori ini di antaranya matematikawan terkenal Gottfried W. Leibnitz[5]. Meskipun relasional bisa bermakna ‘relatif’, namun bukan berarti sama dengan ‘waktu relatif’ seperti dalam teori relativitas Einstein. Teori relasional berbicara tentang eksistensi waktu, sementara teori relativitas beranjak lebih jauh dari itu[6].
           
Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman abad, ke-18 juga menyumbangkan pemikirannya tentang waktu (meskipun bukan sebagai objek utama). Bersamaan dengan ruang, waktu adalah bagian dari dunia fenomenal[7], dan karenanya, menurut Kant, waktu bukan bagian dari realitas. Waktu juga merupakan entitas yang tidak lepas dari kontradiksi – kontradiksi, seperti misalnya apakah waktu mempunyai permulaan atau tidak. Memang, Kant tidak secara eksplisit menyatakan apakah waktu bersifat relatif atau mutlak. Namun analisisnya yang membidik cara manusia secara umum dalam “melihat dunia”, maka ketika dikaitkan dengan teori relativitas, nampak bahwa Kant lebih cenderung menyakini waktu yang bersifat mutlak daripada relatif.

Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, para filosof tersebut di atas -kecuali Al-Kindi jika memang definisi waktu yang dikemukakannya sesuai- beranggapan bahwa waktu adalah entitas mutlak, juga Leibnitz. Terlepas dari apakah waktu sekadar ilusi atau kuantitas riil, atau apakah waktu mempunyai permulaan atau tidak.









DAFTAR PUSTAKA

Hospers, J., 1990, Introduction to Phylosophical Analysis 3rd edition, Routledge, London
Siswanto, J.,1996, Kosmologi Einstein, Tiara Wacana, Yogyakarta

Web :

Sya'bana, F., 2013, Teori Relativitas Al-Kindi, Einstein, dan Al-Qur'an, http://ilmu-pengetahuan-unik.blogspot.com/2013/02/teori-relativitas-al-kindi-einstein-dan_22.html, (diakses 5 Maret 2014 pukul 17.50 WIB)

Anonim, (tanpa tahun), Relational Theory, http://en.wikipedia.org/wiki/Relational_theory, (diakses 9 Maret 2014 pukul 21 WIB)


[1] Siswanto, J.,1996, Kosmologi Einstein, hal. 46-47
[2] Di sini nampak bahwa Aristoteles menganggap waktu sebagai kuantitas mutlak.
[3] Siswanto, Op. Cit., hal. 49
[4] Sungguh pun ini benar, masih perlu diteliti lebih lanjut apakah definisi waktu yang dimaksud oleh Al-Kindi sama dengan definisi waktu menurut perspektif fisika. Lebih jauh, penulis mengusulkan untuk membedakan dua jenis waktu, yakni waktu yang bersifat fisis dan psikologis. Waktu fisis berarti waktu yang diukur berdasarkan alat ukur baku tertentu. Sedangkan waktu psikologis adalah waktu yang “dirasakan” oleh pikiran. Jika waktu yang dimaksud oleh Al-Kindi itu adalah waktu psikologis, maka menyebut Al-Kindi sebagai peletak dasar teori relativitas adalah tindakan yang terburu - buru. Penulis mengira, tidak aneh jika seseorang (bahkan non-filsuf sekalipun) beranggapan bahwa “satu jam berkencan akan terasa seperti satu menit, sementara satu menit menduduki bara api akan terasa seperti satu jam”.
[5] http://en.wikipedia.org/wiki/Relational_theory
[6] Misalnya, teori relativitas menyatakan bahwa selang waktu yang telah berlalu serta urutan kejadian A-B-C bergantung pada keadaan gerak pengamat.
[7] Kant mendefinisikan dua jenis “dunia”. Pertama, “dunia” noumenal, yakni “dunia” sebagaimana adanya, atau “dunia” tempat segala realitas objektif berada. Kedua, “dunia” fenomenal, yaitu “dunia” yang kita “amati” menggunakan indera – indera serta pikiran kita.