twitter



Bagaimana mungkin seseorang 
memiliki keinginan untuk mengurai kembali 
benang yang tak terkirakan jumlahnya 
dalam selembar sapu tangan 
yang telah ditenunnya sendiri...

Hujan Bulan Juni adalah novel karya pak Sapardi Djoko Damono yang kabarnya berasal dari sebuah buku puisi berjudul sama. Dalam novel tersebut pak Sapardi mencoba menyerang perbedaan suku, budaya dan agama yang kerap dijadikan sumber konflik. Saya menangkap pesan penyair kelahiran Solo itu adalah untuk move on dari upaya membikin tabu hubungan lelaki dan perempuan yang nyatanya berbeda suku, budaya dan agama.

Hujan Bulan Juni berkisah tentang Sarwono, seorang antropolog, dosen muda FISIP-UI yang sedang menjalin hubungan cinta-kasih bersama seorang gadis muda keturunan Menado-Jawa, Pingkan namanya. Sarwono sendiri Jawa tulen, dia muslim dan berasal dari keluarga yang agak - agak abangan, sementara Pingkan beragama Katolik. Pingkan yang sudah menjadi asisten dosen di Prodi Jepang dan tersebut mendapat tugas ke Jepang untuk beberapa lama.

Latar yang diambil dalam Hujan Bulan Juni adalah seputar Jakarta-Solo-Minahasa, dan waktunya dari ketika Pingkan mendapat tugas ke Jepang itu sampai beberapa bulan ia di sana. Selain masalah perbedaan suku, budaya dan agama novel tersebut juga menampilkan sosok Katsuo sebagai orang yang keberadaannya mengancam hubungan antara Sarwono dan Pingkan.

Hujan Bulan Juni menyiratkan bahwa novel yang bagus tidak harus tebal. Serta novel yang berkisah tentang cinta-kasih tidak harus ditulis oleh anak - anak muda penggila roman. Pak Sapardi dapat menggambarkan hubungan lelaki dan perempuan yang saling menyukai satu sama lain dengan sangat baik, meskipun suasana masa muda pria yang lahir tahun 1940 itu jelas berbeda dari Sarwono. Memang, hubungan tokoh Sarwono dengan Pingkan terasa "kurang muda" kalau dibandingkan dengan novel - novel roman remaja, tapi ini berhasil ditutupi dengan latar belakang keduanya sebagai dosen dan asisten dosen. Jadi bukan remaja lagi, tapi juga tidak terlalu tua.

Meskipun begitu, di samping kepiawaian pak Sapardi membangun latar, saya pribadi merasa kurang puas dengan hadirnya Katsuo. Sosok orang Jepang itu tidak punya banyak peran yang membangun konflik dalam cerita. Ancamannya pada hubungan Sarwono-Pingkan kurang terasa karena tidak banyak digambarkan kecuali hanya sebagai dosen muda di Universitas Kyoto yang sewaktu mengenyam pendidikan tingkat master (di Indonesia) adalah seorang mahasiswa populer karena suka mentraktir teman - temannya, menyukai Pingkan dan pernah dekat dengan gadis blasteran Menado-Jawa itu.


Bagi seorang penggemar Bleach yang juga menyukai puisi, rasanya ada kesan tersendiri ketika ia mengapresiasi "mantra yang harus dirapal" untuk mengeluarkan Kidou (baik Hadou maupun Bakudou). Adalah menarik untuk membandingkan Hadou no. 90 dan 91 dari segala sisi, baik peletakannya dalam cerita, tokoh - tokoh yang mampu mengeluarkannya hingga mantranya.

Hadou no. 90 dikuasai oleh Sousuke Aizen sang antagonis utama Bleach dari awal hingga episode 310, dan pernah dikeluarkan sekali dalam bentuk yang belum sempurna dalam upayanya melakukan pengkhianatan pada Gotei 13 pada peristiwa eksekusi Rukia. Begitu Aizen mendapat hollowfikasi sempurna berkat bola Hougyoku, Hadou 90 bisa dikeluarkan dengan kekuatan penuh.


Aizen mencoba mengurung Ichigo menggunakan Kurohitsugi.

Hadou no. 90 sendiri mempunyai nama Kurohitsugi (Peti Mati Hitam), ketika dilepaskan ia mengurung target dengan pelat - pelat hitam yang menempel berurutan ke atas sehingga membentuk kubus raksasa, kemudian menusuk apapun yang terkurung dengan palang - palang berbahan serupa. Menurut Aizen, Kurohitsugi adalah pengejawantahan "semburan gravitasi yang mampu membengkokkan ruangwaktu itu sendiri".

Sebagai Kidou tingkat 90-an, wajar jika Kubo menyusun mantra yang cukup panjang untuk Kurohitsugi. Setelah saya terjemahkan secara bebas (dari bahasa Inggris) dan saya ubah sedikit untuk mengatur rima, mantranya berbunyi :


Mahkota huru-hara gelombang pasca-badai
Kapal kegilaan tumbuh tanpa kendali

Mereka mendidih
mereka memberontak,
mereka mati rasa,
mereka mengerjap,
mereka merintangi lelap

Sang putra besi merayap
Si boneka lumpur senantiasa melenyap

Menyatulah!
Berontaklah!
Jadilah sesak oleh tanah,
tahulah akan ketidakberdayaanmu!

Sedangkan Hadou no. 91 digunakan oleh Kisuke Urahara untuk menyerang Aizen ketika hollofikasinya belum sempurna, dan meskipun telah didahului dengan Kuyou Shibari (Sembilan Matahari) yang fungsinya untuk mengunci sasaran dan menggandakan kekuatan serangan, tidak berefek apa - apa (tapi pada adegan berikutnya ditunjukkan bahwa sebenarnya serangan ini disusupi kidou lain bertipe segel, dan bekerja dengan baik).

Urahara menembakkan Senjuu Kouten Taihou ke arah Aizen setelah merapal mantranya.

Wujud Hadou no. 91 yang bernama Senjuu Kouten Taihou (saya terjemahkan sebagai Meriam Cahaya Avalokitesvara) adalah tiga belas buah peluru berwarna ungu berbentuk seperti komet yang langsung menuju sasaran begitu dilepaskan. Adapun mantranya, saya terjemahkan secara bebas sebagai berikut :

Pada cakrawala Avalokitesvara 
Engkau tangan - tangan agung yang tak pernah menyentuh kegelapan
Engkau pemanah dari surga yang tak menangkap pantulan
Jalan yang bermandikan cahaya, angin yang mengobarkan bara, jangan ragu! Ikuti perintah jemariku!
Peluru cahaya
Delapan raga
Sembilan pusaka
Sutra surga
Harta karun petaka
Roda perkasa
Kelabu pagoda
Ketika kulepaskan anak panah ini, menghamburlah pada sasaranmu nun jauh di sana!

Lebih jauh, jika kita membandingkan kata - kata dalam kedua mantra, kita bisa melihat adanya unsur - unsur kebalikan. Misalnya, Senjuu menggunakan pepujian dengan bahasa a la kitab suci, objek - objek yang disebut juga seputar langit seperti cakrawala, cahaya dll. Sementara Kurohitsugi terkesan memberi kutukan dan menyebut beberapa objek seputar bumi, seperti tanah, besi, lumpur dan sebagainya.

Selain itu, Aizen dan Urahara adalah mantan - mantan kapten di Gotei 13 yang meskipun bukan rival tapi layak untuk dipertandingkan dalam sebuah pertarungan. Keduanya sama - sama mempunyai kekuatan dan kecerdasan yang unik dibanding tokoh manapun di Gotei 13. Belakangan, keduanya diberi predikat oleh Van Der Reich sebagai dua dari "Lima Potensial Perang", sampai - sampai moyang para Quincy itu mengadakan "kunjungan pribadi" untuk Aizen yang ditahan di penjara guna mengajaknya menginvasi Seireitei dan melanjutkan kembali ambisinya yang sempat gagal, tapi ajakan itu ditolak.