Secara prinsip, bunyi merupakan gelombang longitudinal yang merambat melalui zat perantara atau medium. Medium perambatan bunyi ini bias berupa zat padat, cair, maupun gas. Yang membuat saya tertarik untuk mengangkat bunyi sebagai topik pada tulisan kali ini adalah kaitannya dengan medium gas atau udara. Selanjutnya kita definisikan bahwa bunyi merupakan getaran udara. Sekedar info, bunyi mempunyai kecepatan tertentu di udara, sekitar 340 m/s. Masih kalah jauh dengan kecepatan cahaya yang bernilai 300.000.000 m/s. Hal ini menjelaskan kenapa jika terjadi petir kita melihat kilat dulu baru mendengar gemuruh.
Perhatikan animasi mobil hijau yang saya “colong” dari wikipedia berikut :
Sebuah mobil awalnya diam, lalu bergerak ke kiri sambil membunyikan klakson. Bunyi klakson diilustrasikan oleh garis – garis merah, tepatnya garis - garis merah tersebut mewakili muka gelombang bunyi. Kerapatan garis merah – garis tersebut berkaitan dengan frekuensi bunyi klakson. Sedangkan jarak antara dua garis merupakan panjang gelombangnya. Tampak bahwa gelombang di kiri mobil lebih rapat daripada yang di sebelah kanan ketika mobil sedang bergerak ke kiri. Artinya frekuensi gelombang di depan mobil lebih tinggi (panjang-gelombangnya lebih pendek) daripada sebelah kanan. Fenomena ini diamati pertama kali, dan dijelaskan oleh Christian Johann Doppler pada tahun 1842, karena itulah selanjutnya fenomena ini disebut efek Doppler.
Kasus pertama :
Misalkan ada dua orang pendengar / pengamat A dan B yang diam relatif terhadap jalan. pada jarak yang sama di depan dan di belakang mobil ketika mobil diam. Saat mobil bergerak dengan kecepatan v, keduanya mengukur frekuensi klakson yang dibunyikan oleh mobil. Tentu saja hasil pengukuran yang didapat oleh kedua pendengar akan berbeda. Dalam kasus ini, seolah – olah mobil itu memancarkan gelombang bunyi ke depan dengan frekuensi lebih tinggi, padahal sebenarnya mobil bergerak maju.
Kasus kedua :
Misalkan ada sebuah mobil yang diam relatif terhadap jalan. Pada jarak tertentu dari mobil tersebut ada dua orang pengamat A dan B yang bergerak relatif terhadapnya dengan kecepatan sama namun arahnya berlawanan. Jadi A mendekati mobil dan B menjauhi mobil. Keduanya mengukur frekuensi gelombang (bunyi klakson) yang dipancarkan oleh mobil. Sebenarnya frekuensi gelombang yang dipancarkan mobil ke depan dan ke belakang sama. Namun karena A bergerak mendekat, maka jarak gelombang satu dengan gelombang lainnya seolah – olah lebih rapat sedangkan menurut B lebih renggang(1).
Mari kita beralih sejenak ke Galileo Galilei. Ia dikenal sebagai bapak mekanika karena mencetuskan model gerak benda (transformasi), yang kemudian dinamai sesuai namanya Galileo. Transformasi Galilean mengisyaratkan adanya dua buah kerangka acuan yang bergerak relatif satu sama lain. Namun dalam kaitannya dengan sistem koordinat mutlak, salah satu kerangka acuan tersebut adalah diam.
Pada gambar, O relatif diam sedangkan O’ bergerak ke kanan dengan kecepatan v. kita perluas gerak ini, sehingga arah gerak boleh ke kiri asal masih sejajar dengan sumbu-x. kita dapatkan rumus sebagai berikut :
Untuk gerak relatif saling menjauhi :
Untuk gerak relatif saling mendekati :
Di mana x adalah pengamat sedangkan x’ sumber.
Kecepatan kedua kerangka acuan diperoleh dengan menurunkan persamaan sebanyak satu kali. Maka diperoleh :
Kecepatan menjauh :
Kecepatan mendekat :
Selanjutnya kita susun berdasarkan status kerangka acuan, yaitu pengamat ataukah sumber.
Menurut sumber :
Menurut pengamat :
Hasil – hasil di atas berguna untuk menjelaskan perbedaan tanda pada rumus efek Doppler (2).
Kembali ke pengukuran frekuensi, perbandingan antara frekuensi yang diukur dengan kecepatan relatif baik untuk sumber maupun pengamat harus memberikan nilai yang sama. Ditulis :
Dan dengan sedikit modifikasi, didapakan rumus umum efek Doppler :
Tanda yang atas kita pakai untuk kasus gerak relatif saling mendekati, sedangkan tanda di bawah kita pakai untuk gerak relatif saling menjauhi. Dengan memegang rumus tersebut kita dapat mengetahui adanya sistem koordinat mutlak. Akibatnya kita menjadi tahu siapa yang sebenarnya bergerak, sumber ataukah pengamat. Untuk membuktikan hal itu, saya ambil satu contoh dari buku yang ditulis oleh Kenneth Krane.
Kecepatan suara di udara adalah 340 m/s, sebuah sumber memancarkan gelombang bunyi berfrekuensi 1.000 Hz. Jika sumber dan pengamat bergerak saling dengan laju (total) 30 m/s, maka akan kita dapatkan minima tiga hasil pengukuran yang berbeda.
Sumber diam relatif terhadap medium, sedangkan pengamat bergerak dengan laju 30 m/s menuju sumber :
Pengamat diam, sumber bergerak menuju pengamat dengan laju 30 m/s :
Sumber dan pengamat masing – masing bergerak saling mendekati dengan kecepatan 15 m/s relatif terhadap zat perantara.
Kira – kira seperti itulah gambaran sistem koordinat mutlak yang dicari oleh Newton 300 tahun silam. namun Newton mempostulatkan koordinat tersebut dalam skala alam semesta, sedangkan pengukuran berdasarkan medium udara dan bunyi hanya bisa dilakukan di bumi dan planet beratmosfer lainnya. Mungkin, berdasarkan analogi medium udara ini jugalah para fisikawan akhir abad ke-18 mengusulkan adanya eter yang sayangnya sampai sekarang keberadaan eter tidak terbukti.
Catatan :
(1) Sebuah kasus lagi, jika saat pengukuran terjadi angin kencang. Tetapi angin tersebut tidak akan merubah rumus, hanya mempengaruhi nilai u saja. Jika angin bergerak menuju pendengar dengan kecepatan x maka u menjadi u + x. Dan jika menjauhi pendengar maka u menjadi u – x.
(2) Untuk variabel y, z dan t sengaja tidak ditulis karena nilainya tidak berubah.
Sumber :
Kenneth Krane, Modern Physics
http://en.wikipedia.org/wiki/Doppler_effect
10 Februari 2015 pukul 17.39
assalamu alaikum .
mohon bantuannya, jika yg dicari adalah kecepan sumber bunyg . Bagaimana rumusnya ?
dan langkah mengubah rumusnya bgmana.
trims.