twitter


Nama Y. B. Mangunwijaya bukannya tidak pernah saya dengar, hanya saja saya belum pernah menyempatkan diri untuk membaca cerpen-cerpennya. Malam ini adalah kedua kalinya saya berkunjung ke FKY (Festival Kesenian Yogyakarta) ke-28 yang diselenggarakan di Taman Kuliner Condong Catur Yogyakarta, dan pertama kalinya memasuki bilik sastra. Saya mendengarkan pembacaan cerpen yang judulnya saya lupa, tapi cerpen tersebut mengisahkan tentang seorang lelaki tulen bernama Baridin dengan pekerjaan berkesan "miringnya" yaitu mengamen dengan dandanan perempuan.

Saya katakan pembacaan cerpen itu bagus, tapi sebatas karena saya menghargai mbak pembaca cerpen. Saya bukan seorang yang tahu tentang seni membaca cerpen. Akan tetapi terlepas dari itu, cerpennya sendiri mampu mengaduk-aduk perasaan. Jika cerpen-cerpen Kuntowijoyo membidik "realitas" yang terjadi dalam masyarakat (mungkin untuk membendung mulut-mulut yang matanya hanya melihat buku dan tidak melihat keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan) dari sudut pandang agama tanpa menggurui, maka cerpen yang mengisahkan Baridin ini sama sekali tidak memuat hal-hal berbau formalitas agama tertentu, tapi langsung memaparkan situasi tertentu.

Tokoh Baridin yang seorang pemuda berkulit hitam (laki-laki tulen) tapi harus menyulap dirinya menjadi sosok secantik mungkin, di samping harus menerima ejekan dan olok-olok orang yang tidak suka, hanya untuk mendapatkan uang dua ribu rupiah. Mestinya ada manusia yang mirip Baridin dalam cerpen Y.B. Mangunwijaya itu, dan saya langsung membayangkan satu di antara beberapa pengamen (laki-laki berpakaian seperti perempuan) yang biasa saya lihat di perempatan kota Jogja adalah sosok nyata dari tokoh fiktif Baridin.

Adalah menarik untuk menelaah keadaan seperti ini lebih jauh. Misalkan orang-orang seperti Baridin benar-benar ada, kita menganggap keberadaannya sebagai sebuah masalah sosial dalam masyarakat kita. Satu di antara beberapa pertanyaan yang bisa kita tanyakan adalah, bagaimana tanggapan orang-orang dari sudut pandangan agama terhadap sosok seperti Baridin?

Nah, terlepas dari itu semua. Saya harus mengacungkan jempol untuk cerpen yang dibaca malam hari ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Monggo komentar...