Teori Relativitas merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Albert Einstein, seorang fisikawan terkemuka abad ke-20. Teori ini diyakini oleh sebagian orang sebagai salah satu teori paling indah yang pernah dicetuskan oleh manusia. Di sini kami akan mecoba untuk menggunakannya sebagai solusi untuk menggabungkan pandangan Jabariyah dan pandangan Qodariyah yang tampaknya susah untuk disatukan. Hal ini karena di satu sisi Jabariyah benar, namun salah di beberapa bagian. Sedangkan di sisi yang lain Qodariyah juga benar, namun tidak sepenuhnya. Adapun pandangan satu kelompok yang berdiri di antaranya tidak kami bahas. Jadi, bagaimanakah jadinya teori relativitas yang berada dalam ruang lingkup sains itu digunakan untuk menjelaskan pandangan religius?
Check it out!
Makna Relativitas
Secara singkat, relativitas atau kenisbian bisa dipahami dengan kalimat berikut : “Keabsahan suatu kejadian itu sesuai dengan tempat mengamatinya. Pengamat boleh mengetahui apa yang dilehat pengamat lain, namun tidak dapat menggunakan hasilnya.” Itulah yang penting. Maka yang akan kita gunakan di sini adalah kaidahnya, jadi tidak akan ada rumus – rumus atau angka – angka yang merepotkan.
Bayangkan, Andi duduk tenang di dalam bus yang melaju di jalanan, sedangkan Budi berdiri di pinggir jalan mengamatinya. Adalah tampak jelas bahwa dalam pandangan Budi, Andi dan bus itu yang bergerak. Namun menurut penglihatan Andi, rumah – rumah serta lampu – lampu di pinggir jalan-lah yang bergerak. Menurut sistem kerangka acuan dalam teori relativitas, dalam kasus ini Andi harus meyakini bahwa rumah – rumah itulah yang bergerak. Sekalipun akalnya tidak berkata demikian. Hal ini dimaksudkan agar ia ‘menyesuaikan diri dengan kerangka acuan yang dipakainya’. Anggapan bahwa bus yang ditumpangi Andi bergerak hanya berlaku untuk Budi yang berada di pinggir jalan (dan kerangka acuan yang relatif diam lainnya).
Kalau ini terlalu susah, bayangkan saja anda berada dalam pesawat terbang di angkasa yang saat itu tanpa awan. Yang anda lihat dari kaca jendela sejauh mata memandang hanyalah langit biru. Apakah anda bisa menentukan apakah pesawat sedang bergerak atau diam? Tidak kan…
Pandangan Jabariyah dan Qodariyah
Secara singkat pandangan Jabariyah dapat didefinisikan sebagai berikut: Tuhan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Akibatnya, seluruh aktivitas di alam semesta ini berada dalam kendali-Nya. Dari gerak planet sampai reaksi atom – atom, dari pembelahan sel sampai perkembangbiakan binatang telah diatur oleh Tuhan. Tak ada yang dapat lepas dari kekuasaan-Nya. Sampai sini kita masih bisa menerima, namun lebih lanjut kita akan mendapati beberapa keganjilan. Bayangkan saja, kita beriman atau kafir semua tergantung takdir-Nya. Sehingga setiap manusia yang berbuat baik tidak berhak atas surga dan setiap manusia yang berlaku jahat tidak pantas dimasukkan ke neraka. Benar saja, lha wong semuanya Tuhan yang merencanakan. Selain itu, ini menyalahi sifat Maha Adil dari Tuhan itu sendiri. Bagaimana tidak, beberapa orang dijadikan Nabi dan beberapa orang dijadikan penyembah berhala yang musyrik.
Sementara pandangan Qodariyah berlaku sebaliknya, manusia sendiri yang memilih apakah dirinya menjadi orang baik atau orang jahat. Dengan begitu setiap orang baik berhak atas surga dan setiap orang jahat pantas masuk neraka. Selain itu, ungkapan “manusia yang berusaha sedangkan Tuhan yang menentukan” akan berlaku. Tapi, bukankah itu akan menolak sifat Maha Kuasa-Nya. Dengan kata lain, Tuhan hanya kuasa menciptakan, tetapi tidak mampu mengendalikan. Selain itu, misalkan kita berdoa lantas berusaha dan Tuhan yang menentukan, akan timbul pertanyaan. Apakah ketika kita berdoa, Dia mikir – mikir untuk mengabulkan doa kita atau menolaknya? Juga apakah sebelumnya Dia tidak tahu kalau kita akan berdoa pada-Nya, sehingga pengabulan atas doa kita baru ditentukan?
Bukankah ini juga menolak sifat Maha Tahu dari-Nya?
Lantas mana yang benar?
Untuk menjawab pertanyaan terakhir ini, kami mengusulkan agar meninjau kembali makna relativitas yang telah kami terangkan di awal tulisan ini.
Sekarang begini, dalam kerangka acuan (sebut saja sudut pandang) kita, pandangan Jabariyah adalah masuk akal dan benar. Menurut Tuhan semua gerak telah ditentukan oleh-Nya, tidak ada yang tidak Dia ketahui dan tidak pula ada sesuatu yang luput dari kekuasaan-Nya. Namun, ini hanya berlaku untuk sudut pandang Tuhan dan sudut pandang – sudut pandang lain yang berada di luar sistem hamba-Tuhan kalaupun itu ada (tapi ini tidak ada)[1]. Sedangkan kita tidak dapat menggunakannya sama sekali. Kerangka acuan kita sebagai makhluk membenarkan pandangan Qodariyah. Karena kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi, bahkan dalam waktu barang sedetik-pun di masa depan. Sehingga -dalam pandangan kita- yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Dengan demikian kita tidak bisa protes tentang hasil akhir takdir yang telah ditetapkan oleh-Nya.
Kesimpulannya, kedua pandangan religius itu sama – sama sahih. Yang membuatnya bertentangan hanyalah sudut pandang saja. Pandangan Jabariyah untuk sudut pandang Tuhan Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa atas segala sesuatu, sedangkan Qodariyah untuk makhluk-Nya yang tidak bisa mengetahui rahasia takdir.
Wallahu A’lam… Semoga bermanfaat.
[1] Kami menolak jika ada sesuatu yang lain, karena ini berarti terdapat dua Tuhan yang berkuasa. Dan kami menolak itu secara tegas.
2 komentar:
-
Yap, kebenaran mutlak itu hanya milikNya.
Betul, setiap orang terlahir sesuai dengan presepsi (daya pikir) masing - masing.
Tapi, di dunia ini perlu adanya koordinasi. Bersana - sama membangun dunia menjadi lebih baik.
Sekali lagi, kita hanya boleh menggunakan keranga acuan makhluk, bukan Tuhan.
11 Oktober 2010 pukul 19.14
berarti tidak ada yang salah dan tidak ada kebenaran mutlak yang berlaku, yang ada hanyalah cara seseorang memandang realita dan mengintepretasikan engan otaknya. wah...susah juga ya?. takutnya tidak ada peraturan yang bisa menjadi landasan hukum bersama.