Definisi Tuhan dalam Kaitannya dengan Penciptaan Alam Semesta, Sebuah Tanggapan Untuk Sang Fisikawan Ulung
Stephen William Hawking |
Artikel itu membuat jari - jari tangan saya gatal untuk segera menulis tanggapan. Meskipun saya seorang muslim, tapi sebisa mungkin saya menggunakan nalar netral untuk mencoba memahami Tuhan. Teologi Islam sendiri mengusulkan dua pandangan berbeda untuk mendefinisikan Tuhan itu. Tuhan dalam wujud yang bebas terhadap ciptaan-Nya dan Tuhan dalam wujud integral. Yang pertama lebih mudah dipahami, namun sering tidak konsisten dengan kasus - kasus yang ada. Sedangkan yang kedua merupakan pemahaman rumit, bahkan konon orang yang paham betul malah jadi gila.
Teologi Islam (ushuluddin) mencatat, terdapat 41 sifat Tuhan yang dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu Sifat Wajib, Mustahil, Jaiz.
Sifat Wajib Tuhan ada 20 :
- Wujud : Ada.
- Qidam : Paling awal atau tak ada yang mendahului.
- Baqo' : Abadi.
- Mukholafah lil hawadits : Berbeda dengan barang baru (makhluk).
- Qiyamu bi nafsihi : "Berdiri" sendiri.
- Wahdaniah : Tunggal.
- Qodrat : Kuasa.
- Iradat : Berkehendak.
- Ilmu : Sumber ilmu pengetahuan.
- Hayyat : Hidup.
- Sama’ : Mendengar.
- Bashor : Mengetahui.
- Kalam : Bersabda.
- Qodiran : Yang Maha Kuasa.
- Muridan : Yang Mempunyai Kehendak.
- Aliman : Yang Mempunyai segala macam ilmu.
- Hayyan : Yang Hidup.
- Sami'an : Yang mendengar.
- Basiran : Mengetahui.
- Mutakalliman : Yang berbicara.
Sifat mustahil Tuhan juga berjumlah 20, merupakan lawan dari 20 sifat wajib. Jadi dengan mengambil negasi sifat - sifat di atas, didapatlah sifat mustahil Tuhan. Artinya sifat - sifat tersebut harus tidak ada bagi Tuhan.
Sedangkan sifat jaiz (boleh) bagi Tuhan hanya satu, yaitu "menciptakan alam semesta ini ataupun tidak". Artinya, boleh jadi Tuhan menciptakan alam semesta dan kalaupun tidak juga tidak ada yang protes.
Terlepas dari definisi tersebut, melalui pemikiran netral, saya kira definisi Tuhan adalah suatu entitas super yang benar - benar berbeda dari semua makhluk. Terlebih, Dia merupakan integral dari segala sesuatu dan peristiwa. Pun pula, Dia tak dapat dijadikan sebagai obyek, karena itu saya pikir sampai kapanpun tidak akan ada alat yang dapat membuktikan keberadaan Tuhan melalui serangkaian percobaan, baik langsung maupun tidak langsung. Jadi, Tuhan itu ada berdasarkan keyakinan dan bukan fakta eksperimental.
Hawking sah - sah saja mengatakan kalau Tuhan dan semua "mitos" yang berhubungan dengan-Nya, seperti surga dan neraka, itu tidak ada. Namun ia juga tidak punya hak untuk menumbangkan keyakinan tentang Tuhan hanya karena keberadaan-Nya tidak dapat dibuktikan melalui penelitian.
Jangankan "meneliti" Tuhan, sekedar dualisme gelombang-partikel saja akal manusia telah kewalahan menafsirkannya. Satu - satunya cara untuk membuktikan kebradaan Tuhan adalah dengan menemui ajal. Jika diperbolehkan aturan "manusia mati dapat hidup kembali", maka salah seorang peneliti dapat dibunuh untuk dikirim ke alam sesudah kematian. Jika tempat semacam itu memang ada, maka terbukti secara tidak langsung bahwa Tuhan itu ada. Sebaliknya, jika tidak ya tidak. Lalu si peneliti kembali ke dunia ini untuk melaporkan hasil penelitiannya. Dengan demikian semuanya akan menjadi jelas. Sayangnya, pemikiran semacam ini tidak mungkin dilakukan. Dan kalau disiarkan ke muka umum, saya kira tidak ada sebutan lain bagi si penyiar kecuali "orang gila"...
Ha ha ha...