twitter


Sebuah Anekdot di Sore Hari

Minggu sore, dua hari yang lalu aku mengikuti kajian Shirah Nabawiyah di tempat kosku. Seperti minggu - minggu sebelumnya, pemateri untuk kajian tersebut adalah seroang ustadz yang usianya tak terlalu jauh di atas kami. Sehingga pembahasannya terkesan santai serta tidak membosankan. Tak lupa, budaya menyajikan minuman serta makanan ringan juga mewarnai kegiatan sore itu.

Aku tumbuh dan besar di lingkungan orang - orang yang percaya, bahwa jika kita minum atau makan dari bekas tempat makan -atau kalau bisa sisa makanan- orang hebat maka kita akan tertular kehebatannya. Dipengaruhi faktor lingkungan, maka dapat dimaklumi kalau kepercayaan semacam itu susah kutinggalkan. Karena itulah di akhir kegiatan gelas tempat minum sang ustadz segera kuambil alih, dengan harapan dapat segera minum dari gelas itu.

Sementara itu, orang - orang di sekitarku saat ini mungkin menganggap bahwa hal itu sama sekali tidak ilmiah sedang sebagian lain menganggapnya bid'ah yang harus ditinggalkan. Karenanya aku berpikir, adakah argumen yang bisa kulontarkan untuk menjawab sanggahan mereka?

Beberapa saat berpikir, ingatanku menangkap tiga huruf dari pelajaran biologi yakni DNA (Deoxyribo Nucleic Acid). Secara sederhana, DNA adalah 'pembawa informasi' yang terdapat dalam setiap sel makhluk hidup. Dengan mendapatkan DNA seseorang, kita dapat mengetahui, misalnya, bentuk wajah, warna kulit, bentuk rambut dan sebagainya. DNA seseorang juga dapat membelah serta diwariskan pada keturunannya, itulah sebabnya hampir setiap anak mirip dengan orang tuanya.

Saat itu terpikir olehku akan "transplantasi DNA". Pada gelas yang sebelumnya digunakan untuk minum oleh 'mas' ustadz tadi, sedikit ludahnya pasti tertinggal. Air ludah yang sedikit itu mengandung banyak DNA. Dan dengan minum dari gelas tersebut maka sebagian DNA sang ustadz akan berpindah ke tubuhku. Kalau cocok, pencangkokan pun terjadi dan sebagian kecerdasan ustadz tersebut jadi milikku.

Untuk biologiwan, jika kalian membaca ini dan tertawa kupersilakan. Aku menyadari ini konyol, dan memang aku bukan peminat biologi. Tujuanku menulis anekdot ini adalah memunculkan asumsi untuk menyangkal istilah "bid'ah" dan membawanya ke ranah ilmiah. Jadi, orang - orang yang suka menyebut "bid'ah" itu tidak bisa menggunakan kata tersebut untuk masalah ini. Jika mereka masih ingin menumbangkan kepercayaanku, mereka harus melakukan penelitian ilmiah, atau jika tidak begitu harus disebutkan literatur yang menyangkal asumsiku itu. Namun demikian, menurut ilmu filsafat sebuah asumsi tidak berkaitan dengan benar dan salah melainkan bisa diterima atau tidak.

0 komentar:

Posting Komentar

Monggo komentar...