Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah buku yang di dalamnya diulas perenungan - perenungan mengenai kecintaan terhadap tuhan. Penulisnya seorang muslim, dan sumber renungan tersebut berasal dari Jalaluddin Rumi. Saya yang seorang mahasiswa prodi fisika (dan kebetulan muslim juga) agak terkejut ketika mendapati beberapa konsep fisika dalam buku tersebut, yang dijelaskan secara salah. Saya pikir ini wajar mengingat si penulis sepertinya tidak mempunyai latar belakang sains, khususnya fisika.
Berikut saya kutipkan miskonsepsi dalam buku tersebut :
"Big Bang (Ledakan Besar) yang kemudian menjelaskan tentang teori Expansion of Universe di dalamnya juga masih banyak hal yang mis dan tidak runtut. Big Bang yang kemudian terkenal lewat tokohnya, Stephen Hawking yang lumpuh dan nyaris sekarat mengatakan, jagat raya dengan jutaan galaksi dan milyaran planet dan bintang berasal dari Ledakan Sebuah Bintang. Lalu, tejadilah proses yang menyebabkan terjadinya jagat raya."
Komentar : Dalam teori Big Bang tidak ada suatu pernyataan seperti 'Ada bintang yang meledak lalu membentuk jagat raya'. Menurut versi awal teori tersebut, jagat raya berasal dari singularitas. Suatu titik tempat semua hal yang kita bicarakan dalam ranah fisika menjadi tidak bermakna. Jangankan bintang, ruangwaktu (atau ruang dan waktu menurut kosa kata sehari - hari) saja belum ada.
"Saya hanya membayangkan, dirinya (Hawking) dan dokter saja tidak bisa menghentikan kelumpuhannya ketika masih kuliah? Dan dia juga tidak bisa meramalkan orang - orang yang ada di sekitar dia karena nyaris tidak bisa mengendalikan lehernya. Kenapa kita bisa percaya bahwa dia benar mengetahui alam semesta milyaran tahun yang lalu?"
Komentar : Barangkali meramalkan kejadian fisis dalam disiplin ilmu fisika menurut pemahaman penulis buku tersebut adalah seperti meramal jodoh seseorang, atau sebagaimana seorang dukun menebak tanggal kematian orang lain melalui media gaib. Well, fisika tidak bekerja dengan cara demikian. Suatu tradisi yang sudah paten dalam fisika (dan sains lainnya), adalah mengamati sebagian (atau kalau bisa keseluruhan) kejadian di alam semesta. Seorang fisikawan kemudian akan menanyakan pertanyaan - pertanyaan seperti "Ada apa di balik kejadian itu?', 'Apa yang menyebabkan kejadian - kejadian itu terjadi?', 'Apakah kejadian itu termasuk kejadian yang mendasar, ataukah ada fenomena yang lebih umun sehingga kejadian itu adalah kasus khusus belaka?', dan sebagainya. Langkah selanjutnya adalah merumuskan suatu teori, kadang - kadang teori ini bersifat spekulatif atau intuitif, tetapi tetap memenuhi syarat utama : masuk akal.
Dalam bahasa yang lebih teknis, meramalkan kejadian fisis berarti memprediksi suatu kejadian (baik mundur ke masa lalu ataupun di masa depan) berdasarkan hukum - hukum fisika yang dinyatakan dalam persamaan matematis serta seperangkat syarat awal tertentu. Jadi, "ramalan" yang diusulkan oleh fisikawan terkait kejadian alam didasarkan pada metode yang cukup mantab sehingga orang lain bisa mempercayainya. Namun bukan berarti ramalan tersebut bebas dari kesalahan, dan memang ciri sains seperti itu; selalu mengalami perkembangan.
"...Teori Relativisme dan penemuan Quarks menjadi ancaman kebenaran teori Big Bang."
Komentar : Apa yang dimaksud dengan teori relativisme? Apakah teori relativitas Einstein? Kalau ya, begini penjelasannya. Hawking menajukan dasar matematis bagi teori Big Bang dalam desertasinya, justru berdasarkan teori relativitas itu sendiri. Jadi alih - alih mengancam, teori relativitas justru menjadi bahan bangunan bagi teori Big Bang. Pembaca yang pernah berurusan dengan unsur kosmologis relativitas umum semisal model Friedmann, metrik Robertson-Walker, teorema singularitas dan sebagainya pasti memahami hal ini.
Adapun apakah penemuan quark mengancam kebenaran teori Big Bang, saya kurang tahu. Sebab quark di dalam ranah fisika partikel yang sampai saat ini belum saya capai.
"... Teori Big Bang temuan Stephen Hawking yang mencoba menguak misteri asal - usul jagat raya menyerupai novel Supernova."
Komentar : Teori Big Bang bukan temuan Stephen Hawking. Teori tersebut sudah menjadi bahan kritikan Fred Hoyle (yang mendukung teori tandingan bagi Big Bang, yaitu teori keadaan tunak (steady state)) semasa Hawking masih kuliah. Hoyle menganggap Big Bang sama absudnya dengan seorang gadis yang tiba - tiba muncul secara ajaib dari sebuah kue pesta.
Kesimpulan apa yang dapat kita tarik?
Buku 'renungan cinta' tersebut menjadi salah satu himbauan agar kita selalu berhati - hati dalam memahami sesuatu, khususnya sains. Salah satu bentuk kehati - hatian itu dapat diwujudkan dalam sikap kritis terhadap buku - buku sains populer, terutama yang ditulis oleh orang yang bukan expert di bidangnya.
Si penulis buku 'cinta' tersebut juga menyebut nama "Harun Yahya" di bagian buku yang mengkritisi teori Big Bang. Saya menduga, pemahaman si penulis tentang teori Big Bang diperoleh dari buku sains populer, yakni tulisan Harun Yahya. Rasanya tidak bijak ketika seseorang mencoba untuk memahami teori - teori saintifik hanya berasal dari buku sains populer belaka, apalagi menggunakan pemahaman yang diperoleh itu untuk balik mengkritisi sains.