twitter


Dalam perkembangannya, ketika alam semesta telah berumur sepersekian juta detik, komponen dasar materi bergerak bebas dalam sup quark dan gluon yang panas nan padat. Seiring perkembangan alam semesta, plasma quark-gluon ini mendingin dengan cepat. Proton, neutron dan bentuk materi normal yang lainnya terbentuk dari “pembekuan” sup ini. Quark yang tadinya bebas menjadi terikat oleh pertukaran gluon, pembawa gaya warna.


Gambar 1 : Proton atau neutron biasa (gambar depan) tersusun atas tiga quark yang terikat secara bersamaan oleh gluon, pembara kekuatan warna. Di atas suhu kritis; proton, neutron dan materi berbentuk hadron lainnya "meleleh" menjadi sup quark bebas dan gluon yang panas nan padat (gambar belakang), plasma quark-gluon.


"Teori yang menjelaskan gaya warna disebut kromodinamika kuantum, atau KDK," kata Nu Xu dari Berkeley Lab, juru bicara eksperimen STAR di he Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC) di DOE's Brookhaven National Laboratory. "KDK telah sangat sukses dalam menjelaskan interaksi quark dan gluon pada jarak pendek, seperti tumbukan proton dan antiproton berenergi tinggi di Fermi National Accelerator Laboratory. Namun dalam sejumlah besar daftar materi --termasuk plasma quark-gluon-- pada jarak yang lebih panjang atau transfer momentum yang lebih kecil, sebuah pendekatan yang disebut teori kisi gauge (lattice gauge theory) yang harus digunakan." Namun sampai saat ini, perhitungan kisi KDK untuk materi panas, padat dan berjumlah banyak belum bisa diuji melalui eksperimen.

Berawal pada tahun 2000, RHIC telah mampu memodelkan kondisi ekstrim permulaan alam semesta dalam sebuah miniatur, dengan menabrakkan inti atom emas yang bermassa besar (ion berat) pada energi tinggi. Eksperimentalis di RHIC, yang bekerja dengan teoretis Sourendu Gupta dari India's Tata Institute of Fundamental Research, baru - baru ini membandingkan prediksi teori kisi (lattice-theory) tentang plasma quark-gluon dengan hasil eksperimental STAR yang pertama. Mereka hendak menetapkan batas temperatur dimana materi biasa dan materi quark menyebrang untuk berubah fase.


Diagram Fase

Sasaran kerja teoretik dan eksperimental itu ialah untuk mengeksplorasi dan menetapkan titik kunci dalam diagram fase untuk kromodinamika kuantum. Diagram fase itu sendiri merupakan peta yang menunjukkan, misalnya, bagaimana perubahan tekanan dan suhu menentukan fase air, apakah ia berwujud es (padat), cair atau gas. Pemetaan diagram fase KDK  meliputi distribusi materi biasa (dikenal dengan materi hadron), plasma quark-gluon dan fase KDK lain yang mungkin seperti superkonduktivitas warna (color superconductivity).

"Menggabungkan diagram fase KDK membutuhkan perhitungan teori dan percobaan tumbukan ion berat," kata Xu yang merupakan anggota Divisi Sains Nuklir Berkeley Lab. Studi eksperimental mebutuhkan akselerator tumbukan (collider) kuat seperti RHIC di Long Island atau Large Hadron Collider di CERN di Jenewa, sementara perhitungan KDK menggunakan teori kisi gauge membutuhkan superkomputer terbesar dan tercepat di dunia. Perbandingan langsung lebih baik daripada pendekatan menggunakan salah satu dari keduanya.

Gambar 2 : Perkiraan diagram fase KDK saat ini. Batas antara fase normal (hadron) bersuhu rendah dan fase quark-gluon bersuhu tinggi ditandai dengan warna hitam. Kotak persegi pada garis solid menunjukkan titik kritis yang belum ditemukan, dimana fase - fase itu berdampingan; RHIC adalah satu - satunya collider ion berat yang energinya dapat diatur di seluruh wilayah ambang ketelitian. Neutron dan proton serta partikel materi biasa lainnya (termasuk partikel antimateri) terdeteksi setelah mereka "membekukan" bola-bola api (fireballs) yang disebabkan oleh tumbukan ion berat seperti yang ada di RHIC, ditunjukkan oleh garis bertitik - titik. Sedangkan bagian kanan adalah wilayah yang mungkin untuk "superkonduktivitas warna".

Syarat dasar dari sebarang diagram fase adalah penetapan skalanya. Diagram fase air dapat didasarkan pada skala suhu Celsius, didefinisikan oleh titik didih air di bawah tekanan normal (yakni pada permukaan laut). Meskipun titik didih berubah seiring berubahnya tekanan --pada tempat yang lebih tinggi, air mendidih pada suhu yang lebih rendah-- tetapi perubahan ini diukur terhadap nilai tetap (fixed value).

Skala diagram fase KDK didefinisikan oleh transisi suhu pada nilai nol "potensial kimia barion." Potensial kimia barion mengukur ketidakseimbangan antara materi dan antimateri, nilai nol menunjukkan keseimbangan sempurna.

Melalui perhitungan yang panjang dan data aktual dari eksperimen STAR, tim itu memang mampu menetapkan suhu transisi KDK. Di sinilah teori dan eksperimen bekerja bahu membahu.

"Percikan bola – bola api (fireballs) terjadi jika inti atom emas saling berbenturan, amat dinamis dan terakhir dalam selang waktu yang pendek," kata Hans Georg Ritter, kepala program Relativistic Nuclear Collisions di Berkeley Lab's Nuclear Science Division. Ia juga mengatakan, bahwa dengan membandingkan hasil yang didapat timnya dengan prediksi teori kisi, mereka telah menunjukkan bahwa apa yang mereka ukur senyatanya konsisten dengan bola api yang mencapai keseimbangan termal itu. Dan itu merupakan prestasi penting.

Kini, secara optimis para saintis dapat melanjutkan ke penentuan skala diagram fase. Setelah pembandingan yang teliti antara data eksperimental dan hasil dari perhitungan teori kisi gauge, mereka menyimpulkan bahwa suhu transisi itu (dinyatakan dalam satuan energi) adalah 175 MeV (175 juta elektron volt).

Dengan demikian mereka dapat mengembangkan sebuah "rancangan" diagram fase yang menunjukkan batas antara fase hadron bersuhu rendah dari materi biasa dengan fase quark-gluon bersuhu tinggi.


Dalam pencarian titik kritis

Kisi KDK juga memprediksikan adanya "titik kritis", yaitu titik dimana materi menyebrang untuk berubah fase. Dengan mengganti energi, msalnya, potensial kimia barion (keseimbangan materi dan antimateri) dapat disesuaikan.

Di antara collider - collider ion berat di dunia, hanya RHIC yang dapat menyesuaikan energi tabrakan melalui wilayah diagram fase KDK di mana titik kritis itu paling mungkin ditemukan --dari energi 20 miliar elektron volt per pasang nukleon (proton dan neutron) sampai 5 miliar elektron volts per pasang. Kata Ritter, "Menetapkan adanya titik kritis jauh lebih penting daripada mengatur skalanya." Program untuk mencari titik kritis KDK ini dimulai oleh RHIC pada tahun 2010.

"Dalam makalah ini, kami membandingkan data eksperimental dengan perhitungan kisi secara langsung, sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ini adalah langkah maju yang nyata dan memungkinkan kita untuk menetapkan skala diagram fase KDK. Dengan kata lain, memulai era pengukuran teliti untuk fisika ion berat." papar Xu.



Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar

Monggo komentar...