twitter


Bertemu dengan orang baru di tempat kerja menjadi pengalaman yang sangat menarik ketika orang itu melakukan hal-hal yang menurutku tak biasa. Aku baru tiga kali bertemu dengannya dan baru kali ini, jumat malam ini, aku berbincang dengannya. Maka kukira wajar kalau namanya tak bisa kusebutkan karena aku lupa.

Perempuan itu sangat ekspresif, dia selalu memberi kesan 'wah' yang  untuk ukuran penggemar ekspresi datar sepertiku berlebihan. Dia punya penjelasan yang didasarkan pada pengalamannya sendiri perihal  kenapa dia menjadi begitu ekspresif padahal sebelumnya tidak seperti itu. Menurutnya, sikap ekspresif itu adalah cara khasnya untuk memberi kesan menyenangkan bagi orang lain. Jika kita menampakkan luapan kegembiraan yang ditampilkan oleh wajah ceria dan senyum, kata perempuan itu, maka orang lain akan 'diringankan'. Sebagai gantinya, kita lah yang akan diringankan di kemudian hari.

Perempuan itu memberi contoh, seorang manajer sebuah kafe mentraktirnya makan ketika ketepatan dia sedang tidak punya uang dan harus mengajar privat di kafe tersebut. Ketika dia meminta penjelasan, si manajer hanya mengatakan bahwa traktiran itu adalah ungkapan terima kasih padanya karena telah memberi bantuan di masa lalu.

Aku dan perempuan itu segera terlibat percakapan yang kalau dipikir-pikir aneh juga. Kami berbicara kesana-kemari, mulai dari pekerjaan perempuan itu sebelum bekerja di tempat yang sama denganku saat ini, pengalamannya lolos dari kanker otak dengan hanya berbekal pasrah yang kemudian menjadikannya konsultan kesehatan, proses studi lanjutannya ke luar negeri, akun media sosialnya yang aku tidak tahu apa itu, hingga ke anggapannya bahwa gunung adalah makhluk hidup.

Aku pun menolak anggapan tersebut berdasarkan ingatanku (yang sudah cukup kabur) tentang definisi "kehidupan" hasil usulan Lee Smolin dalam bukunya The Life of The Cosmos. Menurut Smolin, galaksi tidak bisa dikategorikan sebagai makhluk hidup karena tidak menggandakan diri, aku ingat betul bagian itu. Maka kutolak anggapan perempuan itu dengan menanyakan secara retoris, apakah gunung beranak pinak atau tidak. Bantahnya, gunung bisa beranak pinak, contohnya adalah gunung Krakatau.

Menurut perempuan itu juga, gunung pun bergerak, karena sudah jelas dalam Al-quran disebutkan bahwa memang begitu keadaannya. Kalau sudah bawa-bawa Mushaf Usmani seperti itu, tanggapan saya hanya senyum dan tiga patah kata, "Ya... Ya... Ya...". Tambahnya lagi, gunung juga punya jenis kelamin. Merapi berjenis kelamin laki-laki.

Percakapan kami terhenti oleh kedatangan tiga siswa yang harus dia ajar secara privat. Dia sekarang sedang mengajari mereka bertiga bahasa Inggris, dan aku masih tidak percaya ada menusia nyata yang seperti itu, sempat bertemu dan bercakap-cakap denganku sehingga membuatku merasa ingin menuliskan kisah ini. Aneh? Ayo kita tertawa saja...

0 komentar:

Posting Komentar

Monggo komentar...