twitter


Hari ini aku gagal melakukan pendaftaran seminar proposal skripsi. Masalahnya adalah berkas - berkas yang diserahkan ke TU prodi harus diketik semua. Aku tidak tahu itu, dan karenanya semua data yang diisikan ke template berkas - berkas tersebut adalah tulisan tangan (bego banget ya... :D).

"Ini harus diketik. Sama sekali tidak ada yang ditulis tangan," tegas petugas TU sambil menunjukkan beberapa contoh berkas milik pendaftar sebelumku.

"Hm, kalau begitu saya pamit dulu Bu," jawabku setelah itu. Kupikir itu tidak masalah, sebab kalaupun tulisan tangan diperbolehkan, berkas yang hendak kuserahkan itu juga mengandung sedikit cacat. Jadi sekalian memperbaiki cacat tersebut. Aku lalu berpikir untuk segera memperbaiki berkas - berkas itu, tetapi berencana untuk menunda seminar proposal skripsi hingga semester depan. Toh misalkan aku melakukan pendaftaran seminar proposal hari ini (atau beberapa hari kemudian), besar kemungkinan aku akan mendapatkan jatah seminar pada bulan Ramadhan. Jelas, itu tidak efektif.

Cacat kecil yang ada pada berkas seminar tadi mengharuskanku untuk menemui seorang dosen, tepatnya aku harus melengkapi nomor surat penunjukan pembimbing skripsi dengan benar. Aku senang sekali ketika dosen tersebut berada di ruang prodi saat aku memasuki ruangan itu untuk pertama kalinya hari ini. Jadi aku tidak perlu bolak - balik lagi.

"Assalamu'alaikum..." sapaku sambil melongok dari balik daun pintu.

"Wa'alaikumsalam..." balas bu dosen.

Aku segera menghadap, mengambil posisi di tempat duduk yang tersedia lalu mengutarakan maksud kedatangan tanpa banyak pikir, "Saya mau lihat itu Bu... Mm, anu... daftar buat seminar." Aku berkata dengan terbata karena terburu - buru.

"Daftar apa?" tanya bu dosen.

"Daftar penunjukan pembimbing. Punya saya hilang Bu," tanpa sadar aku berbohong. "Ah, masa bodoh. Bohong juga tidak sengaja!" seruku dalam hati.

Bu dosen lalu beranjak dari tempat duduk, membalik badan untuk membuka lemari yang sedari tadi berdiri tegak di belakang beliau. Daftar yang kuinginkan itu tidak sulit untuk ditemukan, dan aku segera mendapatkannya. Aku pun membuka - buka daftar itu untuk menemukan bagian yang kubutuhkan. Sementara itu, bu dosen kebetulan tengah meneliti hasil UAS salah satu mata kuliah yang beliau ampu. UAS mata kuliah itu berupa tugas meringkas sejarah termodinamika, teori medan kuantum dan gravitasi sebanyak sepuluh halaman yang harus ditulis tangan.

Kebetulan aku mengambil mata kuliah itu, jadi tidak heran kalau saat aku mencatat nomor surat penunjukan pembimbing tadi, bu dosen bertanya, "Punyamu kok tidak ada di sini? Kamu tidak mengumpulkan atau gimana?".

Aku pun meringis, "Hihi, saya memang tidak mengumpulkan Bu."

"Lha katanya kamu punya semua bahan untuk mengerjakannya?"

"Iya, benar Bu. Tetapi mengerjakan tugas menulis tulisan tangan sebanyak sepuluh halaman itu... sulit."

"Nggak apa - apa, kumpulkan saja. Kamu sudah buat kan?"

Aku meringis lagi, "Hehe, belum Bu. Nanti ngulang juga nggak apa - apa kok."

Wajah bu dosen berubah masam. "Saya males kalau ada kamu."

Untuk ketiga kalinya, saya kembali meringis.

"Nanti ngumpulin ya?"

Aku tidak menjawab dan berpura - pura tidak mendengar dengan menampakkan wajah fokus pada daftar penunjukan pembimbing yang berada di depanku. Di sisi lain, aku tidak datang ke ruang prodi dengan niat untuk membicarakan masalah UAS "tulis tangan" itu, maka aku pun buru - buru mengalihkan pembicaraan sebelum terlarut. "Oh iya Bu, saya mau tanya. Jarak antara penunjukan penguji skripsi dengan ujian itu berapa lama?"

"Maksud kamu sidang munaqosyah?"

"Ah, iya. Benar Bu."

"Setelah kamu seminar, nanti kamu daftar sidang, lalu pengujinya ditunjuk?"

"Iya, tapi jarak pendaftaran sidang dengan sidang itu, biasanya berapa hari Bu?"

"Kira - kira satu minggu."

Aku pun terkejut. "Satu minggu!?"

"Iya. Bahkan penunjukan penguji itu biasanya tiga atau empat hari sebelum sidang."

"Mestinya kan penguji membaca skripsi yang akan diuji itu terlebih dahulu. Apakah waktu (maksimal) satu minggu itu cukup untuk mempelajari skripsi yang bersangkutan?"

"Ya, nanti dibagi. Misalnya penguji satu bab berapa dan berapa, penguji dua bab berapa dan berapa, begitu. Di XXX (nama kampus) juga begitu."

Aku betul - betul heran, tetapi itu tidak membuatku lantas menyembunyikan maksudku yang sebenarnya. "Begini Bu, skripsi saya kan kebetulan sudah selesai (meskipun belum melakukan seminar proposal), dan saya pikir pekerjaan saya ini agak berat. Maksud saya, bagaimana kalau saya serahkan sekarang dan pengujinya juga ditunjuk? Nanti sembari menunggu saya melakukan pendaftaran sidang, skripsi itu bisa dipelajari supaya ujiannya bisa benar - benar maksimal."

"Tidak bisa begitu. Soalnya ini sudah prosedur. Lagipula penunjukan penguji skripsi itu juga bergantung pada kesediaan yang ditunjuk. Apakah dosen yang ditunjuk bisa menguji pada tanggal sidang atau tidak, begitu," kata bu dosen sebelum aku mengakhiri pembicaraan dan mohon pamit.

Well, sekeluarku dari ruang prodi hingga kata terakhir tulisan ini selesai, aku terus memikirkan betapa hebatnya dosen - dosen calon penguji skripsiku itu. Aku membayangkan, aku berhasil menulis skripsi yang bertemakan "terapan geometri diferensial dalam relativitas umum" itu setelah mengikuti kuliah dasarnya sejak semester tiga dan mengulang sebanyak empat kali. Aku juga meluangkan waktu yang banyak selama tiga tahun terakhir untuk merenung, memahami baru kemudian menulis. Sementara calon pengujiku hanya diberi waktu tiga hari.


Naruto dengan jurus Rasengan

Hm, itu berarti kalau saya adalah hokage keempat yang dapat menguasai jurus Rasengan dalam waktu tiga tahun, maka dosen - dosen calon penguji skripsi saya nanti adalah Naruto yang mampu menguasai Rasengan dalam waktu tiga hari. He he he...

3 komentar:

  1. itulah bedanya penguji sama yang di uji :D

  1. Maksudnya???

  1. konyol, sy kira anda memberitahu tentang skripsi yang berkaitan dengan naruto.

Posting Komentar

Monggo komentar...