Tanpa pikiran, bentuk – bentuk tak dapat bergerak dan mati. Sehingga, barangsiapa yang hanya melihat pada bentuk, berarti dia juga mati; dia tak mampu menangkap makna. Dia adalah seorang anak kecil dan tidak matang, meski dalam bentuk dia adalah seorang syekh yang berumur seratus tahun. (69)
Keagungan orang suci tidak terletak pada bentuk luarnya. Ketinggian dan keagungan mereka miliki tidak memiliki sifat. Betapapun, satu dirham tetap saja di atas satu pul, tetapi apa artinya berada di atas satu pul? Ketinggian tidak berada pada bentuk luar, karena apabila engkau meletakkan satu dirham pada langit – langit dan selempeng emas di bawah tangga, lempeng emas pasti tetap berada “di atas” satu dirham.
Seperti halnya batu rubi dan permata itu berada di atas emas nilainya, tidak peduli meskipun mereka secara wadag berada di atas atau di bawah. Sama halnya dengan, sekam berada di atas gabah yang akan digiling, sementara tepung jatuh ke bawah. Apabila tepung tetap berada di atas, bagaimana mungkin akan menjadi tepung?
Keunggulan tepung bukan pada wadagnya. Di dalam dunia makna sejati, mereka yang memiliki hakikat akan selalu di atas dalam keadaan apapun. (71)
Tidak ada perjuangan yang lebih besar daripada duduk dengan sahabat saleh, yang pandangannya bisa melelehkan jiwa materialisme. (74)
Dengan kiasan Tuhan menyerupakan cahaya-Nya dengan lampu, dan dengan kiasan juga Dia menyerupakan keberadaan orang suci dengan cermin. (75)
Kiasan itu tidak sama dengan persamaan. Seorang gnostis menyebut kesenangan, kesenangan dan perluasan sebagai musim semi, dan penyempitan sebagai musim gugur. Benarkah kesenangan adalah musim semi dan kesusahan adalah musim gugur? Ini hanyalah sebuah kiasan, akal tak perlu mempermasalahkan jalan keterwakilan maknanya. (76)
Ketika Sayyid Burhanuddin sedang mengajar, ada seorang bodoh berkata, “Kita tidak memerlukan kata – kata dan kiasan – kiasan.” Kemudian dia menjawab “ Cobalah kemari tanpa kiasan – kiasan! Lalu kau akan mendengarkan kata – kata tanpa kiasan.” Tidakkah engkau tahu, dirimu sendiri sebenarnya adalah sebuah kiasan. Engkau bukanlah yang kelihatan ini. Jasadmu sekedar bayang – bayang. Ketika ada orang mati, maka orang berkata, “Si fulan telah pergi.” Jika dia sekedar jasad, ke manakah perginya? Karena itulah, sesungguhnya jasadmu ini adalah kiasan bagi batinmu, sehingga seseorang dapat menghakimi batinmu melalui jasadmu. (77)
Isa bersabda, “Aku sangat takjub, betapa satu makhluk hidup dapat memakan yang lainnya.”
Para fuqaha mengartikan ucapan ini, bahwa umat manusia pada masa Isa dilarang memakan daging binatang yang keduanya adalah makhluk hidup. Pemaknaan seperti itu jelas salah. Sebab daging yang dimakan manusia tentu buka daging yang hidup. Daging itu jelas sudah tidak bernyawa. Karena ketika binatang terbunuh dan diambil dagingnya, ruh kehidupannya telah terpisah.
Barangkali yang dia maksudkan adalah bagaimana seorang guru dapat membinasakan hidup para pengikutnya. Membinasakan di sini diujudkan dengan menyesatkan ajaran tanpa suatu sebab. Dan Isa terpesona oleh hal istimewa seperti ini. (78)
Seseorang berkata, “Setiap orang suci dan sufi besar mengatakan tidak ada orang lain yang menikmati kedekatan dan kebaikan yang dinikmatinya dengan Tuhan.”
Siapa yang mengatakan perkara ini? Apakah orang suci yang mengatakannya, atau orang lain selain orang suci? Apabila seorang suci yang mengatakannya, maka menjadi aneh, karena dia mengetahui setiap orang suci memiliki iman yang sama dengan dirinya sendiri, dia tidak sendirian menikmati kebaikan serupa itu.
Apabila orang lain selai orang suci yang mengatakan itu, maka orang itu benar - benar telah menganggap dirinya sebagai teman dan orang pilihan Tuhan, sebab hal itu telah menjadi misteri Tuhan. Rahasia seluruh orang suci telah dijaga oleh Tuhan, kenapa orang itu tahu? (84)
Berbicara tentang karomah orang suci, tidak ada yang aneh sesungguhnya. Mereka dapat pergi dari sini Ka’bah dalam satu hari atau dalam sekejab, itu tidak aneh. Angin padang pasir mampu pergi ke manapun yang ia inginkan.
Karomah adalah yang membawamu dari keadaan rendah pada yang terpuji. Ini yang memindahkan engkau dari sana ke sini, dari kebodohan ke kecerdasan, dari kematian ke kehidupan. (88)
“Orang beriman melihat dengan pengetahuan dari cahaya Tuhan.”
Ketika seseorang melihat dengan cahaya Tuhan, orang mampu melihat segalanya, permulaan dan akhir, yang lahir dan yang batin. Bagaimana mungkin ada sesuatu yang mampu menutup cahaya Tuhan. Maka sesungguhnya pewahyuan tetap ada, meskipun tidak disebut wahyu. (89)
Seorang pencuri ulung yang telah tobat kemudian menjadi polisi. Maka seluruh trik pencurian yang telah dipraktekkannya sekarang menjadi kekuatan atas nama kebaikan dan keadilan.
Tentulah dia lebih unggul daripada polisi yang pada awalnya bukan pencuri. Sebab polisi seperti dia mengetahui cara bagaimana mencuri. Semua kebiasaan mencuri tidak asing lagi baginya. Orang seperti itu, bila menjadi syekh, dia akan menjadi syekh yang sempurna, pembimbing dunia dan menjadi orang yang terbimbing dengan benar pada zamannya. (91)