Jika matamu telah terbuka 
bagi matahari persatuan, maka segeralah 
datang pada Cakrawala Realitas – realitas. 
Hentikan segala pembicaraan tentang bayang – bayang. (42)
Bebaskan diri kita dari harapan 
mendapat surga dan ketakutan pada neraka! 
Bebaslah kebanggaan para fakir dari malu 
pada roh mereka sendiri! Hancurkan segala 
lukisan dan gambar demi Tuhan Yang
Maha Melukis. Tuhan telah menumpahkan 
seratus ribu darah! 
Dengan api kebaikan abadi, 
bakarlah roh – roh agar membara!
Tiada satu pun hasrat memahami rahasia – 
rahasia keperkasaan-Mu kecuali dia yang 
keluar dari pekerjaan rohani tanpa eksistensi, 
musnah oleh kefakiran. (44)
Tentu saja, kegelisahan pikiran 
adalah bentuk lain dari kecerdasan. Sebab 
tidak bisa seseorang yang tenang dan 
berpikiran cerdas disepadankan 
dengan pemimpi yang tidur. 
Selama burung berada di dalam sangkar, ia 
menderita kepenatan. Jika sangkar telah 
hancur, lalu apa yang terjadi?
Ketika akal hadir, nafs penuh dengan 
kesalahan – kesalahan dikarenakan dosa.
Namun, manakala Akal sejati hadir, di 
manakah dosa – dosa nafs? (48)
Ketika para malaikat bersujud kepadanya, 
Adam berkata pada salah satu yang hanya 
melihat kulit, “Makhluk dungu! Apakah kau 
anggap diriku tiada lain hanya 
jasad kerdil?” (50)
Jika dualitas sampai bersemayam 
di hati dan roh walau sejengkal waktu, maka 
akal akan mempertontonkan bahwa Adam 
dan Hawa hanyalah nafs. (51)
jangan kau seperti Iblis, 
hanya melihat air dan lumpur ketika 
memandang Adam. Lihatlah di balik lumpur, 
beratus – ratus ribu taman yang indah! (53)
Iblis melihat segala sesuatau dalam 
keterpisahan. Karena itu dalam pandangannya 
kita terpisah dari Tuhan. (54)
Tataplah dirimu sendiri walau sejenak! 
Lihatlah isyarat dari keindahan 
wajahmu sendiri! 
Maka kau tidak akan tertidur seperti binatang 
dalam kubangan lumpur jasad. 
Karena itu kau dapat 
menuju rumah kebahagiaan tempat 
roh – roh bermesraan. (55)
Jasad itu sesungguhnya hanyalah 
sebongkah tanah. Ia menjadi hidup hanya jika 
ada roh yang memancarinya. (56)
Seandainya kau hanya jasad ini, 
kau tidak akan mengerti tentang roh. 
Padahal jika saja kau roh ini, kau 
dapat tinggal dalam kebahagiaan. (57)
Barangsiapa yang menatap 
seseorang yang menempuh jalan rohani 
dengan matanya yang lemah, maka kau 
harus menertawakan ketertipuan 
kedua matanya! (58)
Jika saja Amanat Tuhan 
tidak menyinari Bumi, aku akan penuh dosa, 
dzalim seperti watak dunia. 
Bukankah jalan dari kuburan menuju 
firdaus begitu lempang, mengapa aku begitu 
senang  dan betah di kuburan jasad ini?
Dan bukan kah ada jalan ke kiri dan ke kanan?
Mengapa aku seperti kebun berkawan 
dengan angin utara dan selatan?
Bukankah ada Kebun Kemurahan, bagaimana 
aku dapat berkembang? Jika bukan karena 
karunia Tuhan, aku akan menjadi orang yang suka 
mencampuri urusan orang! (59)

